Gelombang Protes Warnai Pengesahan RUU TNI: Massa Aksi Padati Gedung DPR/MPR RI

Gelombang demonstrasi menolak pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) membanjiri kawasan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat. Aksi unjuk rasa ini menjadi puncak kekecewaan publik terhadap undang-undang yang dinilai kontroversial.

Massa aksi mulai berkumpul sejak Kamis sore (27/3), sekitar pukul 15.20 WIB. Dengan berpakaian serba hitam, mereka menyuarakan tuntutan-tuntutan yang dianggap krusial bagi demokrasi dan supremasi sipil. Kedatangan mereka menandai eskalasi penolakan terhadap RUU yang sebelumnya telah disahkan oleh DPR RI.

Simbolisme dan Ekspresi Kekecewaan

Tiba di lokasi, para demonstran langsung memasang poster-poster bernada kritik tajam di pagar Gedung DPR/MPR. Kata-kata seperti "DPR=Dewan Pengecewa Rakyat" dan "Kembalikan TNI ke Barak" terpampang jelas, mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap kinerja wakil rakyat dan kekhawatiran akan peran TNI di masa depan. Bahkan, gambar karikatur para pimpinan DPR RI turut disertakan dalam poster-poster tersebut, menambah daya gedor visual dari aksi protes ini.

Selain poster, massa juga menempelkan artikel-artikel cetak di beton-beton pembatas jalan di depan Gedung DPR/MPR. Penggunaan gambar karikatur hewan jenis Babi dalam artikel-artikel tersebut menjadi simbol yang kuat, merepresentasikan berbagai isu yang dianggap korup dan merugikan rakyat.

Kondisi Lalu Lintas dan Pengamanan

Saat aksi berlangsung, arus lalu lintas di sekitar Gedung DPR/MPR terpantau masih normal. Belum ada laporan mengenai kemacetan parah atau pengalihan arus lalu lintas akibat demonstrasi ini. Aparat keamanan terlihat berjaga-jaga di sekitar lokasi, memastikan aksi berjalan tertib dan tidak mengganggu ketertiban umum.

Kontroversi RUU TNI

Seperti diketahui, DPR RI telah mengesahkan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menjadi undang-undang pada rapat paripurna Kamis (20/3). Pengesahan ini menuai kritik keras dari berbagai kalangan masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah (Ornop). Mereka menilai RUU TNI berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI (TNI), memberikan kewenangan berlebihan kepada militer, dan mengancam supremasi sipil.

Rapat paripurna pengesahan RUU TNI dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, didampingi oleh para wakil ketua DPR lainnya. Sejumlah pejabat tinggi negara, seperti Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Wamenkeu Thomas Djiwandono, dan Mensesneg Prasetyo Hadi, turut hadir dalam rapat tersebut.

Tuntutan Massa Aksi

Adapun tuntutan utama dari massa aksi penolakan RUU TNI antara lain:

  • Pembatalan RUU TNI: Massa mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera mencabut RUU TNI yang telah disahkan.
  • Reformasi Sektor Keamanan: Mereka menyerukan reformasi menyeluruh di sektor keamanan, dengan memastikan TNI tunduk pada supremasi sipil dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
  • Transparansi dan Akuntabilitas: Massa menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pertahanan dan kebijakan-kebijakan TNI.
  • Partisipasi Publik: Mereka meminta pemerintah dan DPR RI untuk melibatkan partisipasi publik secara luas dalam setiap pembahasan dan pengambilan keputusan terkait isu-isu pertahanan dan keamanan.

Aksi unjuk rasa ini menjadi sinyal kuat bahwa penolakan terhadap RUU TNI masih terus bergulir. Pemerintah dan DPR RI diharapkan dapat mendengarkan aspirasi masyarakat dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas demokrasi dan supremasi sipil.