Polemik Penutupan Bromo Saat Lebaran: Bupati Probolinggo Berupaya Cari Solusi Terbaik Demi Ekonomi Lokal

Bupati Probolinggo Menentang Penutupan Bromo Saat Libur Lebaran, Prioritaskan Ekonomi Masyarakat

Probolinggo, Jawa Timur - Rencana penutupan sementara kawasan wisata Gunung Bromo selama libur Hari Raya Idul Fitri 1446 H (2025) menuai reaksi keras dari Bupati Probolinggo, dr. Muhammad Haris, atau yang lebih dikenal dengan sapaan Gus Haris. Beliau secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap penutupan tersebut dan menekankan betapa pentingnya Gunung Bromo tetap beroperasi selama momen Lebaran untuk menopang perekonomian masyarakat setempat yang sangat bergantung pada sektor pariwisata.

Pernyataan tegas ini disampaikan saat Gus Haris menerima kunjungan dari Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK RI, Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko. Gus Haris memahami pertimbangan teknis dan operasional dari pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) selaku pengelola kawasan, namun ia juga menyoroti dampak signifikan yang akan dirasakan oleh masyarakat lokal jika Bromo ditutup.

"Saya menolak Bromo ditutup saat Lebaran. Ini bukan hanya soal pariwisata, tapi juga soal kelangsungan hidup masyarakat," tegas Gus Haris.

Penolakan ini bukan tanpa alasan. Gus Haris menjelaskan bahwa penutupan Gunung Bromo, yang direncanakan selama lima hari (28 Maret - 1 April 2025), telah memicu gelombang protes dari berbagai pihak, terutama para pelaku wisata dan masyarakat Suku Tengger yang mata pencahariannya sangat bergantung pada kunjungan wisatawan. Bagi mereka, libur Lebaran adalah "musim panen" di mana mereka dapat memperoleh penghasilan signifikan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

  • Pemilik penginapan
  • Pengemudi jip wisata
  • Pedagang kecil

Semua sangat mengandalkan arus wisatawan yang datang selama periode libur panjang. Jika Bromo ditutup, mereka akan kehilangan sumber pendapatan utama mereka. Pemerintah Kabupaten Probolinggo, bersama dengan TNBTS, tengah berupaya mencari solusi terbaik agar Gunung Bromo dapat tetap dibuka, setidaknya pada hari pertama Idul Fitri. Gus Haris optimis bahwa dalam waktu dekat akan ada keputusan final dari TNBTS dan Pemkab Probolinggo siap membantu dalam pengaturan, termasuk aspek keamanan dan teknis di lapangan.

Dampak Penutupan Mulai Dirasakan Pelaku Usaha Wisata

Dampak dari rencana penutupan ini sudah mulai dirasakan oleh para pelaku usaha wisata di sekitar Gunung Bromo. Abdul Qodir Al Jailani, pemilik usaha travel Bromo Guide, mengungkapkan bahwa sejumlah tamunya dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri, telah membatalkan rencana kunjungan mereka setelah mengetahui bahwa kawasan tersebut akan ditutup selama libur Lebaran. Pembatalan ini tentu saja merugikan para pelaku usaha, terutama mereka yang berstatus usaha kecil menengah.

"Sudah ada beberapa tamu dari Jakarta dan luar negeri yang cancel. Mereka kecewa karena sudah atur jadwal dan bayar DP. Ini tentu memukul kami," keluh Qodir.

Ia menambahkan bahwa momen libur Lebaran adalah waktu yang sangat berharga bagi bisnis wisata. Jika penutupan tetap dilakukan, para pelaku usaha kecil seperti dirinya berpotensi mengalami kerugian yang cukup besar. Oleh karena itu, upaya Bupati Probolinggo untuk melobi TNBTS agar membuka kembali wisata Bromo selama Lebaran sangat diapresiasi oleh para pelaku usaha.

Suara dari Masyarakat Tengger: Penutupan Tidak Libatkan Tokoh Adat

Tidak hanya pelaku usaha wisata, masyarakat adat Tengger juga merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait penutupan Gunung Bromo. Romo Dukun Pandita Tengger, Sutomo, mengungkapkan bahwa pihaknya bahkan harus mencari informasi sendiri mengenai alasan di balik penutupan tersebut. Menurutnya, alasan penutupan karena karyawan TNBTS libur semua tidaklah masuk akal. Ia berpendapat bahwa jika memang karyawan yang libur, seharusnya kantor TNBTS saja yang ditutup, bukan seluruh kawasan wisata Bromo.

"Saya malah cari info kenapa ditutup; alasannya karena karyawannya libur semua. Kalau karyawannya libur semua, jangan Bromonya yang ditutup, tapi kantornya saja," ungkap Sutomo.

Polemik penutupan Gunung Bromo saat libur Lebaran ini mencerminkan kompleksitas dalam pengelolaan kawasan wisata yang melibatkan berbagai kepentingan. Di satu sisi, ada pertimbangan konservasi dan operasional dari pihak TNBTS. Di sisi lain, ada kepentingan ekonomi masyarakat lokal yang sangat bergantung pada pariwisata Bromo. Pemerintah Kabupaten Probolinggo kini berupaya menjembatani kedua kepentingan tersebut agar dapat ditemukan solusi terbaik yang tidak hanya menjaga kelestarian alam Bromo, tetapi juga mensejahterakan masyarakat di sekitarnya.