Jelang Mudik Lebaran, Bus 'Nakal' Kuasai Lajur Kanan Tol, Keselamatan Pengendara Terancam

Jelang puncak arus mudik Lebaran 2025, sorotan tajam tertuju pada perilaku sejumlah pengemudi bus yang dinilai membahayakan keselamatan pengguna jalan tol. Meski pemerintah telah memberlakukan larangan operasional truk barang selama 16 hari demi kelancaran lalu lintas, pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi bus justru menjadi perhatian serius.

Badan Kehormatan Road Safety Association (RSA), melalui Rio Octaviano, mengungkapkan keprihatinannya atas fenomena bus yang kerap mendominasi lajur kanan jalan tol. Bahkan, ironisnya, beberapa bus dengan logo instansi pemerintah turut melakukan pelanggaran tersebut. Praktik ini dinilai sangat meresahkan pengemudi lain, mengingat bus seharusnya beroperasi di lajur kiri, sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Menjadi fakta lapangan, ada beberapa bus menguasai lajur paling kanan, bahkan bus dengan logo Perhubungan di badan kendaraanya," ujar Rio dalam keterangan resminya.

Lebih lanjut, Rio menjelaskan bahwa bus yang berjalan lambat di lajur cepat (lane-hogger) berpotensi menciptakan situasi berbahaya bagi kendaraan lain. Ia menganalogikan risiko yang sama dengan mobil kecil yang melakukan lane-hogging, yang sudah cukup membahayakan. Kehadiran bus berukuran besar di lajur kanan juga menghalangi pandangan pengemudi di belakangnya, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk mengantisipasi kondisi lalu lintas di depan.

Dampak Buruk dan Pertanyaan Seputar Edukasi

Menurut Rio, kemampuan melihat kondisi lalu lintas di sekitar kendaraan merupakan salah satu prinsip dasar berkendara aman. Idealnya, pengemudi dapat memantau minimal 2-3 kendaraan di depannya untuk mengantisipasi potensi bahaya. Namun, kehadiran bus besar di lajur kanan menghalangi visibilitas tersebut, sehingga mengurangi kemampuan reaksi pengemudi dan berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan.

"Secara teori berkendara berkeselamatan adalah, salah satunya dapat melihat kondisi lalu lintas di sekitar dari kendaraan tersebut," ujar Rio.

Rio juga mempertanyakan efektivitas pembekalan keselamatan yang diberikan kepada pengemudi bus sebelum pemberangkatan. Ia menilai bahwa larangan operasional truk selama arus mudik dan balik merupakan langkah positif, namun perlu diimbangi dengan peningkatan kesadaran dan pemahaman pengemudi bus mengenai pentingnya keselamatan di jalan.

"Menjadi pertanyaan, apakah edukasi atau pembekalan prilaku berkeselamatan juga diberikan saat melakukan seremonial pelepasan bus," katanya.

RSA menekankan bahwa keselamatan jalan tidak dapat dilihat secara parsial, melainkan harus dipandang secara komprehensif dengan memperhatikan berbagai aspek, termasuk perilaku berkendara. Menguasai lajur kanan tanpa alasan yang jelas bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga mencerminkan kurangnya kesadaran akan keselamatan dan berpotensi membahayakan nyawa orang lain.

Rekomendasi dan Harapan

Menjelang puncak arus mudik Lebaran 2025, RSA mendesak pihak terkait untuk meningkatkan pengawasan terhadap perilaku pengemudi bus di jalan tol. Tindakan tegas perlu diambil terhadap pengemudi yang melanggar aturan dan membahayakan keselamatan pengguna jalan lain. Selain itu, edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya keselamatan berkendara perlu terus digencarkan, khususnya kepada pengemudi angkutan umum.

Diharapkan, dengan upaya bersama dari pemerintah, aparat penegak hukum, operator bus, dan seluruh pengguna jalan, arus mudik Lebaran 2025 dapat berjalan lancar, aman, dan selamat bagi semua.