Mengapa Kita Terjebak dalam Lingkaran Kritik Gaya Asuh? Memahami Psikologi di Baliknya

Mengurai Alasan di Balik Kecenderungan Mengkritik Pola Asuh

Mengamati cara orang lain membesarkan anak seringkali memicu berbagai reaksi dalam diri kita. Tanpa disadari, kita mungkin memberikan penilaian, bahkan kritik, terhadap gaya parenting yang berbeda dari yang kita yakini. Fenomena ini ternyata memiliki akar psikologis yang lebih dalam dari sekadar perbedaan pendapat.

Berbagai pilihan parenting, mulai dari pemberian ASI atau susu formula, penggunaan pengasuh anak, hingga batasan penggunaan gawai, kerap menjadi sasaran komentar. Bagi orang tua baru, terutama, tekanan untuk selalu melakukan yang 'benar' bisa menjadi beban berat, memicu kecemasan dan perasaan bersalah.

Psikolog klinis, Dr. Anne Welsh, menjelaskan bahwa kecenderungan menghakimi pola asuh orang lain seringkali berakar pada keinginan untuk melindungi diri dan mencari validasi. "Pada dasarnya, kita ingin melindungi diri dari kenyataan yang menyakitkan bahwa kita tidak memiliki kontrol sebanyak yang kita inginkan atas hasil kehidupan anak-anak kita," ujarnya.

Hal ini wajar, mengingat kita sangat peduli terhadap anak-anak dan ingin memberikan yang terbaik. Bayangan bahwa kita mungkin melakukan kesalahan terasa sulit diterima. Selain itu, arus informasi tentang parenting yang deras, terutama di media sosial, seringkali membuat kita merasa kewalahan dengan berbagai saran tentang cara 'tepat' mengasuh anak.

Kamini Wood, seorang Human Potential Coach dan CEO Live Joy Your Way, juga merasakan tekanan untuk menjadi ibu yang 'sempurna' di usia muda. Ia merasa harus membuktikan diri sebagai ibu yang kompeten, seolah usia muda adalah sinonim dari ketidakmampuan.

Validasi Diri: Pencarian yang Tak Berujung

Selain perlindungan diri, validasi juga menjadi alasan kuat mengapa kita cenderung menghakimi pola asuh orang lain. Dr. Welsh menjelaskan bahwa banyak dari kita tumbuh dengan terbiasa mendapatkan validasi eksternal melalui nilai, gaji, atau jabatan. Validasi ini menjadi cara untuk meyakinkan diri bahwa kita 'cukup'.

Namun, ketika menjadi orang tua, validasi eksternal ini seringkali menghilang. Tidak ada penilaian kinerja, bonus tahunan, atau promosi yang bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan. Dalam kondisi ini, menghakimi orang lain bisa memberikan 'dorongan dopamin' sesaat karena kita merasa 'setidaknya saya tidak melakukan itu.'

Meski memberikan kepuasan sesaat, kebiasaan ini justru menggerogoti kepercayaan diri dan keselarasan kita sebagai orang tua. Kita terjebak dalam dinamika benar atau salah, kehilangan fleksibilitas dan nuansa penting dalam parenting.

Mengatasi Kecenderungan Menghakimi

Masalah mendasar dari mengkritik pola asuh orang lain adalah tidak adanya satu cara 'benar' untuk mengasuh anak. Setiap anak memiliki kebutuhan unik, dan gaya parenting perlu disesuaikan dengan situasi masing-masing keluarga. Lantas, bagaimana cara mengatasi kecenderungan untuk menghakimi?

Dr. Welsh memberikan lima tips praktis:

  • Bangun Kesadaran: Perhatikan kapan dan dalam situasi apa Anda cenderung menilai orang lain. Kemudian, usahakan untuk menjauhi situasi tersebut, misalnya dengan menghindari unggahan tertentu di media sosial.
  • Cari Tahu: Jika Anda merasa takut dengan komentar orang lain, perbanyak informasi dari sumber yang terpercaya. Pahami juga mengapa komentar orang lain begitu penting bagi Anda sehingga memicu kecemasan.
  • Belajar dari Kesalahan: Ingatkan diri sendiri bahwa setiap orang tua berusaha melakukan yang terbaik dengan informasi yang mereka miliki saat itu. Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri atas kesalahan yang mungkin terjadi.
  • Tolak Mentalitas "Satu Ukuran untuk Semua": Ingatlah bahwa tidak ada pola asuh yang cocok untuk semua orang. Jangan memaksakan orang lain untuk mengikuti cara Anda.
  • Detoks Media Sosial: Jika media sosial seringkali memicu keinginan untuk berkomentar negatif, pertimbangkan untuk mengurangi penggunaan media sosial atau mengatur feed Anda.

Dengan memahami akar psikologis di balik kecenderungan menghakimi dan menerapkan tips-tips di atas, kita dapat menciptakan lingkungan parenting yang lebih suportif dan bebas dari tekanan penilaian.