Korupsi PLTU Bukit Asam: Vonis Berbeda Menanti Tiga Terdakwa
Tiga Terdakwa Korupsi Proyek PLTU Bukit Asam Hadapi Tuntutan Beragam
Tiga terdakwa dalam kasus korupsi proyek retrofit sootblowing di salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Sumatera Selatan (Sumsel) menghadapi tuntutan hukuman yang berbeda dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ketiganya dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan dan penggantian komponen suku cadang pada sistem sootblowing PLTU Bukit Asam.
Para terdakwa adalah Bambang Anggono, mantan General Manager sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Budi Widi Asmoro, mantan Senior Manager Engineering, dan Nehemia Indrajaya, direktur sebuah perusahaan engineering. Tuntutan dibacakan oleh JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang.
"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Bambang Anggono dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan penjara, lalu untuk terdakwa Budi Widi Asmoro dituntut dengan pidana penjara selama 6 tahun penjara, dan terdakwa Nehemia Indra Jaya dituntut pidana penjara selama 7 tahun," tegas JPU Tanjung saat membacakan tuntutan di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Fauzi Isra.
Rincian tuntutan masing-masing terdakwa adalah sebagai berikut:
- Bambang Anggono: 1 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 150 juta (subsider 3 bulan kurungan).
- Budi Widi Asmoro: 6 tahun penjara, denda Rp 250 juta (subsider 3 bulan kurungan), dan uang pengganti Rp 750 juta.
- Nehemia Indrajaya: 7 tahun penjara, denda Rp 300 juta (subsider 6 bulan kurungan), dan uang pengganti Rp 17 miliar (subsider 2 tahun penjara).
JPU Tanjung menjelaskan bahwa hanya Bambang Anggono yang tidak dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti karena ia tidak terbukti menerima gratifikasi. Sidang kemudian ditunda untuk memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk menyiapkan nota pembelaan (pledoi) pada sidang berikutnya.
Kasus ini bermula dari dugaan mark up dalam proyek pengadaan retrofit sootblowing pada PLTU Bukit Asam yang melibatkan PT PLN UIT Sumbagsel. Total pembayaran kepada PT Truba Engineering Indonesia untuk pekerjaan tersebut mencapai lebih dari Rp 74,6 miliar dari tahun 2018 hingga 2022. Namun, hanya sekitar Rp 47,6 miliar yang digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan yang sebenarnya.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat terhadap proyek-proyek infrastruktur, khususnya di sektor energi, untuk mencegah praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. Proses hukum selanjutnya akan menentukan nasib para terdakwa dan mengungkap lebih jauh praktik korupsi yang terjadi dalam proyek PLTU Bukit Asam ini.