RUU TNI Disahkan, Pekerja Migran Resah Terancam Kehilangan Peluang di Luar Negeri
Kekhawatiran Pekerja Migran Pasca Pengesahan RUU TNI
Pengesahan Revisi Undang-Undang (UU) TNI oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia menuai reaksi beragam dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya adalah kekhawatiran yang dirasakan oleh para pekerja migran, khususnya mereka yang berencana atau sedang bekerja di luar negeri. Nett, seorang calon pekerja migran yang berencana untuk bekerja di Jepang, mengungkapkan keresahannya terkait potensi dampak pengesahan RUU TNI terhadap peluang kerjanya di luar negeri.
"Karena takut negara Indonesia bakal jadi military-driven country. Itu jadi sorotan banget, karena kebetulan saya juga akan berangkat ke Jepang untuk bekerja. Jadi, jadi salah satu ketakutan terbesar kami juga sih," ujar Nett saat ditemui di sela-sela aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025).
Nett mengungkapkan bahwa dirinya mengetahui adanya beberapa negara yang memiliki kebijakan untuk tidak menerima pekerja dari negara-negara yang dianggap memiliki dominasi militer yang kuat. Ia khawatir, pengesahan RUU TNI ini akan memperburuk citra Indonesia di mata internasional dan berpotensi menutup peluangnya untuk bekerja di luar negeri.
"Ada beberapa negara yang menolak untuk menerima pekerja dari military-driven country, salah satunya dari Korea. Teman saya di Korea, itu dia kena lay-off dari perusahaannya karena ya, itu tadi, dapat kabar bahwa revisi undang-undang TNI disahkan," jelas Nett.
Keresahan Nett ini bukan tanpa dasar. Ia mencontohkan kasus seorang temannya yang bekerja di Korea Selatan yang terpaksa kehilangan pekerjaannya akibat adanya sentimen negatif terhadap negara-negara dengan pengaruh militer yang kuat. Ia khawatir, hal serupa akan terjadi pada dirinya dan rekan-rekan pekerja migran lainnya.
"Kami nggak mau peluang kami yang sudah kami ciptakan, yang sudah kami buat, itu hancur cuma gara-gara keputusan yang bukan keputusan kami. Itu sih yang paling utama," tegasnya.
Aksi Penolakan RUU TNI di Depan Gedung DPR RI
Keresahan Nett ini menjadi salah satu pemicu aksi demonstrasi yang digelar oleh Koalisi Masyarakat Sipil di depan Gedung DPR/MPR RI. Massa aksi menolak pengesahan RUU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang dianggap berpotensi memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada militer.
Massa aksi membawa berbagai spanduk dan selebaran yang berisi pesan-pesan penolakan terhadap pengesahan RUU TNI. Beberapa spanduk bertuliskan:
- 'Yang Pensiun Aja Rakus, Gimana Yang Aktif!'
- 'Selain Sipil, Dilarang Masuk!'
- 'Kembalikan TNI ke Barak'
- 'Ranah Khusus Sipil, Kembalikan Militer ke Barak'
Selain berorasi, massa aksi juga membacakan puisi-puisi perjuangan dan menyanyikan lagu-lagu yang membakar semangat perlawanan. Aksi demonstrasi ini sempat menyebabkan kemacetan lalu lintas di Jalan Gatot Subroto, tepat di depan Gedung DPR/MPR RI.
Pengesahan RUU TNI Menuai Kontroversi
Seperti diketahui, DPR RI secara resmi telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI menjadi undang-undang. Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sejumlah menteri pada Kamis (20/3/2025).
Rapat paripurna dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani dan dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Wamenkeu Thomas Djiwandono, dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. Pengesahan RUU TNI ini menuai kontroversi karena dianggap berpotensi mengembalikan peran militer dalam ranah sipil dan mengancam demokrasi.