Kementerian Pertahanan Tegaskan Peran TNI dalam Pertahanan Siber: Bukan untuk Memata-matai Masyarakat Sipil, Melainkan Menjaga Kedaulatan Negara
Penegasan Kementerian Pertahanan RI tentang Peran TNI dalam Pertahanan Siber
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan RI) baru-baru ini memberikan klarifikasi terkait peran baru Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam ranah pertahanan siber, menyusul pengesahan Revisi Undang-Undang (UU) TNI. Penegasan ini bertujuan untuk meredakan kekhawatiran publik terkait potensi penyalahgunaan wewenang, terutama terkait isu pengawasan terhadap masyarakat sipil.
Brigadir Jenderal TNI Frega Wenas Inkiriwang, Kepala Biro Informasi Pertahanan (Karo Infohan) Sekretariat Jenderal Kemhan RI, menegaskan bahwa tugas TNI dalam pertahanan siber sama sekali tidak ditujukan untuk memata-matai atau mengawasi aktivitas masyarakat sipil. Penambahan tugas ini, yang tertuang dalam Pasal 7 UU TNI, justru dirancang untuk memperkuat kemampuan TNI dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa di era digital.
Urgensi Peran TNI dalam Menghadapi Ancaman Siber
Frega menjelaskan bahwa domain siber kini menjadi bagian integral dari operasi militer modern. Di berbagai negara maju, kekuatan siber bahkan telah menjadi korps tersendiri dalam angkatan bersenjata. Perkembangan teknologi dan dinamika ancaman siber yang semakin kompleks menjadi alasan utama mengapa TNI perlu dilibatkan secara aktif dalam menanggulangi ancaman-ancaman yang dapat membahayakan kedaulatan negara.
"Urgensi bagi TNI untuk berperan menanggulangi ancaman siber karena bersinggungan dengan kedaulatan negara. Oleh karenanya menjadi sebuah urgensi untuk mencantumkan pertahanan siber sebagai bagian dari salah satu cara melaksanakan tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP)," tegas Frega.
Keterlibatan TNI dalam pertahanan siber difokuskan pada penanggulangan ancaman yang berpotensi mengganggu kedaulatan negara. Kemhan RI mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir, karena langkah ini merupakan bagian dari upaya peningkatan profesionalisme TNI agar mampu menjalankan tugasnya secara efektif.
Antisipasi Serangan Siber Terhadap Sistem Pertahanan Negara
Lebih lanjut, Frega menjelaskan bahwa ancaman siber yang dihadapi TNI dapat berupa berbagai bentuk serangan terhadap sistem pertahanan dan komando militer, termasuk:
- Peretasan (hacking)
- Sabotase digital
- Pencurian data strategis
- Serangan disinformasi yang bertujuan untuk melemahkan institusi
Dengan penambahan tugas pertahanan siber ini, TNI diharapkan dapat lebih siap dalam menghadapi dan menanggulangi ancaman-ancaman tersebut, sehingga mampu menjaga stabilitas dan keamanan nasional.
Koordinasi dengan Lembaga Lain dan Jaminan Transparansi
Frega menegaskan bahwa TNI tidak akan mengambil alih tugas lembaga lain dalam bidang siber. Sebaliknya, TNI akan berkoordinasi erat dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Setiap tindakan yang dilakukan TNI dalam ranah pertahanan siber akan selalu berada dalam koridor hukum dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Operasi pertahanan siber akan dikoordinasikan dengan instansi terkait untuk memastikan transparansi dan mencegah pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat dalam mengakses informasi.
Frega juga menepis kekhawatiran bahwa pelibatan TNI dalam pertahanan siber akan memberangus demokrasi dan membatasi kebebasan berpendapat. Menurutnya, kebebasan berpendapat, termasuk menyampaikan kritik, merupakan hal yang wajar dalam negara demokrasi. TNI akan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia dalam menjalankan tugasnya.