Eks Karyawan Hibisc Fantasy Kecewa, Janji Kompensasi Dedi Mulyadi Berujung Aksi Penanaman Pohon

Puluhan mantan karyawan Hibisc Fantasy, sebuah tempat wisata di Puncak, Bogor, Jawa Barat, mengungkapkan kekecewaan mereka setelah upaya untuk menagih janji kompensasi dari tokoh masyarakat Jawa Barat, Dedi Mulyadi, berujung pada permintaan untuk ikut serta dalam penanaman pohon. Pertemuan yang terjadi pada Kamis (27/3/2025) tersebut diwarnai dengan emosi dan perbedaan pandangan, meninggalkan para mantan karyawan dalam ketidakpastian menjelang Hari Raya Lebaran.

Janji yang Belum Terpenuhi

Menurut penuturan Septian, salah seorang perwakilan mantan karyawan, Dedi Mulyadi sebelumnya menjanjikan kompensasi bagi 207 pekerja yang kehilangan mata pencaharian akibat pembongkaran Hibisc Fantasy. Pembongkaran tersebut dilakukan sebagai bagian dari upaya revitalisasi kawasan Puncak oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Janji kompensasi ini terekam dalam sebuah video yang menjadi pegangan para mantan karyawan.

Namun, saat para mantan karyawan mendatangi Dedi Mulyadi untuk menagih janji tersebut, mereka justru mendapatkan respons yang berbeda. Dedi Mulyadi, yang saat itu hendak meninggalkan lokasi setelah meninjau kondisi bangunan Hibisc yang telah diratakan dengan tanah, meminta para mantan karyawan untuk ikut serta dalam penanaman pohon sebagai bentuk tanggung jawab moral.

"Dengerin dulu, bukan urusan videonya (janji kompensasi). Saya membantu kompensasi Anda yang nganggur di sini, tetapi saya minta tanggung jawab moral Anda, bantu nanam pohon di sini," ucap Dedi Mulyadi seperti ditirukan Septian.

Kekecewaan dan Ketidakpastian

Permintaan ini tentu saja mengejutkan para mantan karyawan. Septian menjelaskan bahwa janji kompensasi sebelumnya tidak pernah dikaitkan dengan kewajiban menanam pohon. Ia menyayangkan perubahan argumen Dedi Mulyadi, yang menurutnya seharusnya disampaikan sejak awal agar para pekerja bisa langsung berpartisipasi dalam program penanaman pohon.

"Hari ini kami ke sini untuk menagih janji itu, tetapi (dibalas) argumennya malah penanaman pohon, jadi, kami harus terlibat dulu penanaman baru dapat katanya. Coba kalau dari awal ada statement gitu mungkin kami juga langsung ikut nanem," ujar Septian.

Kekecewaan para mantan karyawan semakin bertambah karena kurangnya informasi mengenai mekanisme pencairan kompensasi. Mereka mengaku telah mencari informasi dari berbagai pihak, termasuk anggota dewan dan kepala desa, namun tidak mendapatkan kepastian. Situasi ini diperparah dengan bubarnya manajemen Hibisc Fantasy sejak tanggal 9, membuat para pekerja kehilangan tempat untuk bertanya.

"Kemarin juga kami terombang-ambing, nyari info pengambilan kompensasi itu, dananya kami ngambil ke siapa, mekanismenya kayak gimana, ditransfer atau berupa uang tunai atau gimana," tutur Septian.

Menjelang Lebaran Tanpa Kepastian

Para mantan karyawan mengaku tidak mempermasalahkan jumlah kompensasi yang akan mereka terima. Bagi mereka, yang terpenting adalah adanya kepastian di tengah kesulitan ekonomi yang mereka hadapi menjelang Hari Raya Lebaran.

"Kita juga di balik itu bersyukur kalau memang ada lapangan kerjaan bercocok tanam. Jadi poin di sini berkumpul, kami menagih yang dijanjikan. Kalau dari Hibisc itu terakhir tanggal 9 terakhir kami dibayar. Patokan kami sih di videonya (janjinya)," pungkas Septian.

Kisah para mantan karyawan Hibisc Fantasy ini menjadi gambaran betapa pentingnya komunikasi yang jelas dan konsisten dalam setiap janji yang diberikan, terutama kepada mereka yang sedang berada dalam kondisi sulit. Ketidakpastian dan perubahan argumen hanya akan menambah kekecewaan dan meruntuhkan kepercayaan.