KPK Bantah Eksepsi Hasto Kristiyanto: Kasus Suap Bukan Kerugian Negara
KPK Tegaskan Kasus Hasto Kristiyanto Terkait Suap, Bukan Kerugian Negara
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi eksepsi yang diajukan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, terkait kasus dugaan menghalangi penyidikan kasus suap dengan tersangka Harun Masiku. Dalam tanggapannya, KPK menegaskan bahwa kasus yang menjerat Hasto adalah perkara suap, bukan terkait kerugian negara seperti yang diungkapkan oleh pihak Hasto.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyampaikan bantahan tersebut dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/3/2025). JPU menjelaskan bahwa eksepsi Hasto mendasarkan pada Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019 yang membatasi kewenangan KPK untuk menyelidiki, menyidik, dan menuntut perkara korupsi jika terdapat kerugian negara minimal Rp 1 miliar. Pihak Hasto berpendapat bahwa karena tidak ada kerugian negara dalam kasus ini, maka KPK tidak berwenang.
Namun, JPU KPK membantah argumen tersebut. Mereka menjelaskan bahwa dakwaan terhadap Hasto didasarkan pada Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal ini mengatur tentang perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
"Perkara ini bukanlah perkara yang deliknya terkait dengan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, akan tetapi terkait pasal suap, sehingga tidak berlaku ketentuan huruf b," tegas JPU.
Dakwaan Terhadap Hasto: Menghalangi Penyidikan dan Dugaan Suap
Hasto Kristiyanto didakwa menghalangi penyidikan kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku, yang telah menjadi buron sejak tahun 2020. KPK menduga Hasto telah memerintahkan Harun Masiku untuk merendam handphone agar tidak terlacak saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Selain itu, Hasto juga disebut memerintahkan Harun Masiku untuk selalu berada di kantor DPP PDIP agar tidak terlacak oleh KPK.
Lebih lanjut, Hasto juga didakwa menyuap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sebesar Rp 600 juta. Suap ini diduga diberikan agar Wahyu Setiawan membantu mengurus penetapan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.
Dalam dakwaan, Hasto disebut melakukan suap bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Donny Tri Istiqomah saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka, Saeful Bahri telah divonis bersalah, sementara Harun Masiku masih berstatus buron.
Implikasi dan Proses Hukum Selanjutnya
Penolakan eksepsi dari pihak Hasto oleh KPK ini membuka jalan bagi proses persidangan untuk terus berlanjut. KPK akan terus berupaya membuktikan dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto terkait dugaan menghalangi penyidikan dan pemberian suap. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan tokoh penting dari partai politik besar dan berkaitan dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Persidangan selanjutnya diharapkan akan mengungkap fakta-fakta baru dan memberikan kejelasan mengenai peran Hasto Kristiyanto dalam kasus ini.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya koordinasi antar lembaga penegak hukum dalam memberantas korupsi, serta perlunya penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu terhadap siapapun yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.