Properti Hijau: Strategi Mitigasi Perubahan Iklim di Kawasan Urban
Properti Hijau: Benteng Pertahanan Terhadap Perubahan Iklim di Perkotaan
Perubahan iklim menjadi ancaman nyata bagi kehidupan perkotaan. Peningkatan suhu global, polusi udara, dan bencana alam yang semakin ekstrem menuntut solusi inovatif dan berkelanjutan. Salah satu pendekatan yang kini semakin mendapatkan perhatian adalah pengembangan properti hijau atau green property. Konsep ini tidak hanya menawarkan bangunan yang ramah lingkungan, tetapi juga menjadi strategi mitigasi perubahan iklim yang efektif di jantung kota.
Ketua Dewan Pakar Green Building Council Indonesia (GBCI), Iwan Prijanto, menekankan pentingnya peran green property dalam mengatasi tantangan iklim perkotaan. Bangunan dan kawasan yang mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan, dibuktikan dengan sertifikasi dari lembaga internasional seperti World Green Building Council, menjadi bukti komitmen terhadap lingkungan. Keberadaan sertifikasi ini juga memiliki implikasi ekonomi yang signifikan. Seperti yang dijelaskan Iwan, perusahaan multinasional, yang semakin memperhatikan aspek Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam operasional bisnisnya, cenderung memilih bangunan dengan sertifikasi green building untuk kantor mereka. Hal ini menunjukkan bahwa properti hijau bukan hanya ramah lingkungan, tetapi juga memiliki nilai investasi yang lebih tinggi.
Kriteria Lokasi: Infrastruktur yang Mumpuni sebagai Faktor Kunci
Pemilihan lokasi menjadi faktor krusial dalam pembangunan properti hijau. Menurut Iwan Prijanto, proyek yang berlokasi di area dengan infrastruktur yang memadai, terutama di pusat kota, akan lebih optimal. Aksesibilitas yang baik, ketersediaan jaringan air minum, listrik, dan jalan raya yang terintegrasi menjadi pertimbangan utama. Sebaliknya, pembangunan di lahan baru, misalnya lahan pertanian yang dialihfungsikan menjadi kawasan industri atau perumahan, kurang direkomendasikan karena seringkali masih kekurangan infrastruktur dasar. Hal ini dapat menimbulkan masalah bagi penghuni dan berdampak negatif pada lingkungan.
Pembangunan properti hijau di lokasi yang strategis, seperti area yang telah mengalami degradasi lingkungan, justru memiliki nilai tambah. Proyek-proyek semacam ini tidak hanya memberikan solusi perumahan atau perkantoran yang berkelanjutan, tetapi juga berkontribusi pada pemulihan lingkungan. Mereka mengembalikan fungsi lahan yang rusak dan meningkatkan nilai investasi kawasan tersebut.
Tantangan dan Peluang Pengembangan Properti Hijau di Indonesia
Meskipun manfaatnya sudah terbukti, Iwan Prijanto juga menyoroti tantangan dalam pengembangan properti hijau di Indonesia. Jumlah bangunan dengan sertifikasi hijau, seperti Greenship yang dikeluarkan oleh GBCI dan telah diakui secara internasional, masih relatif terbatas. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran dan edukasi bagi pengembang, pemerintah, dan masyarakat luas tentang pentingnya pembangunan berkelanjutan. Pemerintah perlu mendorong implementasi regulasi yang mendukung pengembangan properti hijau, termasuk insentif fiskal dan kemudahan perizinan. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang terampil dalam desain dan konstruksi bangunan hijau juga sangat penting untuk mendukung transformasi ini.
Namun, tantangan ini juga sekaligus menjadi peluang besar bagi Indonesia. Dengan populasi yang terus berkembang dan urbanisasi yang pesat, kebutuhan akan hunian dan ruang perkantoran yang berkelanjutan semakin meningkat. Pengembangan properti hijau tidak hanya menjawab kebutuhan tersebut, tetapi juga berkontribusi pada upaya mitigasi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, pengembangan properti hijau dapat menjadi solusi nyata untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih sehat, hijau, dan berkelanjutan untuk generasi mendatang.