UGM Kembangkan CAD Berbasis AI untuk Percepat Deteksi Tuberkulosis di Indonesia

UGM Kembangkan CAD Berbasis AI untuk Percepat Deteksi Tuberkulosis di Indonesia

Yogyakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM) mengambil langkah inovatif dalam penanggulangan tuberkulosis (TBC) di Indonesia dengan mengembangkan perangkat lunak computer-aided detection (CAD) berbasis kecerdasan buatan (AI). Inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi deteksi dini TBC, mengingat tingginya kasus penyakit ini di Indonesia dan ketergantungan pada teknologi impor dalam penapisan aktif.

Ketua tim peneliti, Antonia Morita I Saktiawati dari Pusat Kedokteran Tropis UGM, menjelaskan bahwa CAD ini dirancang untuk membantu tenaga kesehatan menganalisis hasil rontgen dada dengan lebih cepat dan akurat. Teknologi ini diharapkan dapat mengatasi tantangan dalam interpretasi radiologis, yang seringkali menjadi kendala dalam deteksi TBC, terutama di daerah dengan sumber daya terbatas.

"Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan teknologi ini sendiri, terutama mengingat tingginya beban kasus TBC di negara kita," ujar Morita. Pengembangan CAD berbasis AI ini juga selaras dengan target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mencapai cakupan deteksi TBC hingga 100% melalui pemanfaatan teknologi.

Pengembangan perangkat lunak ini telah berlangsung cukup lama, namun kini mendapatkan dukungan signifikan melalui program KONEKSI yang diinisiasi oleh Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia. Kemitraan strategis juga terjalin dengan berbagai institusi, termasuk University of Melbourne, Monash University Indonesia, Universitas Sebelas Maret, serta organisasi kesehatan dan advokasi seperti Yayasan Pengembangan Kesehatan dan Masyarakat Papua (YPKMP) dan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA).

Tantangan dan Urgensi Penanggulangan TBC di Indonesia

TBC masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia. Pada tahun 2023, tercatat 809.000 kasus TBC, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi COVID-19. Indonesia kini menduduki peringkat kedua di dunia dalam jumlah kasus TBC terbanyak, dengan estimasi 1.060.000 kasus, di mana baru sekitar 81% yang terdiagnosis.

Deteksi dini menjadi kunci utama dalam upaya eliminasi TBC. Tanpa diagnosis yang tepat waktu, pasien TBC berisiko tidak mendapatkan pengobatan yang memadai, yang dapat menyebabkan kematian dan penyebaran penyakit lebih lanjut. CAD berbasis AI diharapkan dapat menjadi solusi untuk mempercepat dan meningkatkan akurasi deteksi TBC, terutama di daerah-daerah terpencil dengan keterbatasan akses ke tenaga kesehatan ahli.

Manfaat Potensial CAD Berbasis AI:

  • Peningkatan Akurasi: AI dapat membantu mendeteksi pola-pola halus pada rontgen dada yang mungkin terlewatkan oleh mata manusia.
  • Efisiensi Waktu: Proses analisis rontgen dada dapat dipercepat secara signifikan, memungkinkan skrining TBC yang lebih luas.
  • Aksesibilitas: Teknologi ini dapat diterapkan di daerah terpencil dengan keterbatasan tenaga radiologi.
  • Pengurangan Biaya: Deteksi dini yang akurat dapat mengurangi biaya pengobatan jangka panjang akibat komplikasi TBC.

Pengembangan CAD berbasis AI oleh UGM merupakan langkah maju yang signifikan dalam upaya penanggulangan TBC di Indonesia. Dengan dukungan dari berbagai pihak dan komitmen untuk terus berinovasi, diharapkan teknologi ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam mencapai target eliminasi TBC di Indonesia.

Kolaborasi dan Dukungan

Pengembangan CAD berbasis AI ini tidak lepas dari kolaborasi yang erat antara UGM dengan berbagai institusi, baik di dalam maupun luar negeri. Dukungan finansial dari program KONEKSI dan keahlian dari para peneliti di University of Melbourne, Monash University Indonesia, dan Universitas Sebelas Maret, serta kontribusi dari organisasi kesehatan dan advokasi, menjadi modal penting dalam mewujudkan inovasi ini.

Langkah Selanjutnya

Tim peneliti UGM akan terus mengembangkan dan menyempurnakan CAD berbasis AI ini. Uji klinis dan validasi data akan dilakukan untuk memastikan akurasi dan efektivitas teknologi ini sebelum diimplementasikan secara luas. Selain itu, pelatihan bagi tenaga kesehatan juga akan menjadi fokus utama untuk memastikan pemanfaatan teknologi ini secara optimal.

Dengan inovasi ini, Indonesia memiliki harapan baru dalam memerangi TBC dan mencapai target eliminasi yang telah ditetapkan.