Lesunya Konsumsi Jelang Lebaran 2025: Analisis Mendalam CORE Indonesia Ungkap Anomali Ekonomi

Lesunya Konsumsi Jelang Lebaran 2025: Analisis Mendalam CORE Indonesia Ungkap Anomali Ekonomi

Jakarta, Indonesia - Tradisi peningkatan konsumsi yang lazim terjadi menjelang Hari Raya Idul Fitri tampaknya tidak terlihat pada tahun 2025. Sebuah laporan terbaru dari CORE Indonesia berjudul "Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025" menyoroti adanya perlambatan signifikan dalam daya beli masyarakat, khususnya di kalangan menengah ke bawah. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai kondisi ekonomi domestik.

CORE Indonesia mengidentifikasi beberapa indikator kunci yang mengindikasikan adanya penurunan daya beli, dan menyebut fenomena ini sebagai sebuah "anomali" yang memerlukan perhatian serius. Berikut adalah beberapa temuan utama dalam laporan tersebut:

Indikator-Indikator Utama Kelesuan Konsumsi

  1. Deflasi yang Tidak Lazim:

    • Terjadi deflasi pada kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau. Biasanya kelompok ini menjadi pendorong inflasi menjelang Ramadhan.
    • Deflasi tidak hanya terbatas pada kelompok pengeluaran yang terkait dengan diskon tarif listrik (perumahan, listrik, dan bahan bakar rumah tangga).
  2. Penurunan Indeks Penjualan Riil (IPR):

    • Bank Indonesia (BI) mencatat penurunan IPR sebesar 0,5 persen secara tahunan pada Februari 2025.
    • Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan penjualan di sektor makanan, minuman, dan tembakau.
    • Pertumbuhan IPR secara umum stagnan di bawah 5 persen sejak 2017.
    • Penurunan penjualan ritel di beberapa jaringan minimarket dan department store juga menjadi perhatian.
  3. Kendala dalam Transaksi Belanja:

    • Terjadi penurunan signifikan dalam transaksi menggunakan ATM dan kartu kredit pada tahun 2024.
    • Nilai transaksi kartu debit terkontraksi 4 persen.
    • Pertumbuhan transaksi kartu kredit hanya 8 persen, jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya dan periode sebelum pandemi.
  4. Penurunan Impor Barang Konsumsi:

    • Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan impor barang konsumsi sebesar 10,61 persen pada Februari 2025 dibandingkan bulan sebelumnya.
    • Penurunan ini mengindikasikan permintaan domestik yang lesu.
  5. Penurunan Jumlah Pemudik:

    • Kementerian Perhubungan memperkirakan penurunan jumlah pemudik Lebaran 2025 sebesar 24 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
    • Penurunan ini mencerminkan berkurangnya pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.

Implikasi dan Rekomendasi

Temuan CORE Indonesia menggarisbawahi perlunya kewaspadaan terhadap penurunan daya beli masyarakat. Anomali konsumsi jelang Lebaran ini dapat menjadi indikasi adanya masalah mendasar dalam perekonomian Indonesia yang berpotensi mempengaruhi stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Laporan tersebut merekomendasikan agar pemerintah dan pihak terkait melakukan analisis lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebab utama penurunan daya beli dan merumuskan kebijakan yang tepat sasaran untuk mengatasi masalah ini. Langkah-langkah yang mungkin diperlukan termasuk:

  • Stimulus fiskal: Menerapkan kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah.
  • Pengendalian harga: Menjaga stabilitas harga barang kebutuhan pokok untuk mencegah inflasi yang berlebihan.
  • Peningkatan lapangan kerja: Menciptakan lebih banyak lapangan kerja untuk meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat.
  • Evaluasi kebijakan: Meninjau dan mengevaluasi efektivitas kebijakan ekonomi yang ada untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Dengan tindakan yang tepat dan terkoordinasi, diharapkan anomali konsumsi ini dapat diatasi dan daya beli masyarakat dapat kembali pulih, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

CORE Indonesia menyimpulkan bahwa fenomena ini memerlukan perhatian serius dari para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan ekonomi lainnya. Diperlukan respons yang cepat dan tepat untuk mencegah dampak negatif yang lebih luas pada perekonomian Indonesia.