Bank Dunia Soroti Kebocoran Pajak di Indonesia: Potensi Penerimaan Negara Hilang Ratusan Triliun Rupiah
Bank Dunia Ungkap Potensi Penerimaan Pajak Indonesia yang Hilang
Laporan terbaru dari Bank Dunia menyoroti adanya potensi penerimaan pajak yang hilang di Indonesia dalam kurun waktu 2016 hingga 2021. Jumlah yang fantastis, mencapai Rp 944 triliun, atau setara dengan 6,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), menjadi perhatian serius. Temuan ini mengindikasikan adanya permasalahan mendasar dalam sistem perpajakan Indonesia, yang membutuhkan penanganan komprehensif.
Kerugian ini bersumber dari dua celah utama:
- Kesenjangan Kepatuhan (Compliance Gap): Yaitu selisih antara jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan dengan yang benar-benar diterima oleh negara. Hal ini mengindikasikan adanya praktik penghindaran pajak, penggelapan pajak, atau ketidakpatuhan wajib pajak dalam melaporkan penghasilan dan aset mereka secara akurat.
- Kesenjangan Kebijakan (Policy Gap): Yaitu selisih antara potensi penerimaan pajak yang bisa didapatkan jika kebijakan pajak diterapkan secara optimal, dengan penerimaan yang sebenarnya. Ini bisa disebabkan oleh insentif pajak yang berlebihan, tarif pajak yang tidak efektif, atau regulasi yang membuka peluang untuk penghindaran pajak yang sah.
Secara rinci, laporan Bank Dunia menunjukkan bahwa:
- Potensi kehilangan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mencapai rata-rata Rp 525 triliun. Dari jumlah ini, Rp 387 triliun berasal dari kesenjangan kepatuhan, dan Rp 138 triliun dari kesenjangan kebijakan.
- Potensi kehilangan dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan mencapai rata-rata Rp 419 triliun. Dengan rincian, Rp 161 triliun berasal dari kesenjangan kepatuhan, dan Rp 258 triliun dari kesenjangan kebijakan.
Faktor-Faktor Penyebab dan Rekomendasi
Laporan Bank Dunia mengidentifikasi beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap kebocoran pajak ini. Dalam hal PPN, ketidakpatuhan wajib pajak merupakan masalah utama. Sementara itu, dalam PPh Badan, kebijakan yang diterapkan pemerintah, seperti penurunan tarif pajak untuk UMKM dan insentif pajak lainnya, dinilai mengurangi potensi penerimaan negara.
Kesenjangan kepatuhan baik PPh Badan maupun PPN menyumbang 58% dari total pajak yang hilang. Bank Dunia menekankan bahwa tingkat ketidakpatuhan di Indonesia sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan dan secara internasional.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Bank Dunia memberikan beberapa rekomendasi, antara lain:
- Memperkuat pengawasan dan penegakan hukum: Meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap wajib pajak dan menindak tegas pelaku penghindaran dan penggelapan pajak.
- Menyederhanakan sistem perpajakan: Membuat sistem perpajakan lebih mudah dipahami dan dipatuhi, sehingga mengurangi peluang untuk kesalahan dan penyalahgunaan.
- Mengkaji ulang kebijakan insentif pajak: Memastikan bahwa insentif pajak yang diberikan benar-benar efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan tidak merugikan penerimaan negara.
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas: Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan penerimaan pajak dan memastikan akuntabilitas publik.
Temuan Bank Dunia ini menjadi peringatan bagi pemerintah Indonesia untuk segera melakukan reformasi sistem perpajakan secara menyeluruh. Upaya peningkatan kepatuhan, perbaikan kebijakan, dan penguatan pengawasan merupakan kunci untuk mengamankan potensi penerimaan negara dan mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Dengan mengatasi kebocoran pajak ini, Indonesia dapat meningkatkan penerimaan negara secara signifikan, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk membiayai program-program pembangunan yang penting, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hal ini akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa.