Semarak Cinere: Pawai Ogoh-ogoh Meriahkan Perayaan Nyepi 2025

Cinere Bergemuruh dalam Kemeriahan Pawai Ogoh-ogoh Sambut Nyepi 2025

Cinere, Depok, menjadi saksi bisu kemeriahan pawai ogoh-ogoh yang spektakuler pada Jumat, 28 Maret, sebagai bagian dari rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi tahun 2025. Acara yang dipadati warga ini menampilkan lima kreasi ogoh-ogoh raksasa yang memukau, masing-masing dengan desain dan filosofi yang unik. Pawai ini bukan hanya sekadar tontonan, tetapi juga menjadi simbol pembersihan diri dan lingkungan menjelang Hari Raya Nyepi yang penuh khidmat.

Sejak sore hari, jalanan Cinere telah dipenuhi oleh masyarakat yang antusias menyaksikan pawai ini. Sorak sorai dan tepuk tangan menggema saat iring-iringan ogoh-ogoh mulai bergerak. Masing-masing ogoh-ogoh diarak oleh puluhan pemuda dengan iringan musik gamelan baleganjur yang membangkitkan semangat. Perpaduan antara seni patung ogoh-ogoh yang megah, musik tradisional yang dinamis, dan antusiasme masyarakat menciptakan suasana yang magis dan tak terlupakan.

Ogoh-ogoh yang ditampilkan tahun ini menggambarkan berbagai karakter dan simbol yang relevan dengan kehidupan masyarakat. Ada ogoh-ogoh yang merepresentasikan kekuatan alam, ada yang melambangkan sifat-sifat buruk manusia, dan ada pula yang menggambarkan tokoh-tokoh mitologi Bali. Setiap detail pada ogoh-ogoh, mulai dari ekspresi wajah hingga ornamen yang menghiasi tubuhnya, memiliki makna filosofis yang mendalam.

Selain menjadi ajang hiburan, pawai ogoh-ogoh ini juga menjadi wadah untuk melestarikan dan memperkenalkan seni budaya Bali kepada masyarakat luas, khususnya generasi muda. Melalui pawai ini, diharapkan nilai-nilai luhur budaya Bali dapat terus diwariskan dan diapresiasi oleh seluruh lapisan masyarakat.

Ketua panitia perayaan Nyepi di Cinere, Bapak I Made Sutawan, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara ini. Beliau berharap, pawai ogoh-ogoh ini dapat menjadi momentum untuk mempererat tali persaudaraan dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan.

"Pawai ogoh-ogoh ini adalah wujud syukur kami atas segala berkat yang telah diberikan. Selain itu, pawai ini juga menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu berbuat baik dan menjaga keseimbangan alam," ujar Bapak I Made Sutawan.

Acara pawai ogoh-ogoh di Cinere ini berjalan dengan lancar dan sukses berkat kerjasama yang baik antara panitia, aparat keamanan, dan masyarakat setempat. Kehadiran pawai ogoh-ogoh ini telah memberikan warna baru bagi perayaan Nyepi di Cinere dan menjadi daya tarik wisata budaya yang patut dibanggakan.

Setelah pawai, ogoh-ogoh tersebut akan dibakar sebagai simbol pemusnahan sifat-sifat buruk manusia dan energi negatif. Prosesi pembakaran ini akan dilakukan pada malam menjelang Hari Raya Nyepi.

Makna Simbolis di Balik Pawai Ogoh-ogoh

Pawai ogoh-ogoh bukan sekadar pertunjukan seni yang memanjakan mata, tetapi juga mengandung makna simbolis yang mendalam. Ogoh-ogoh, sebagai representasi Bhuta Kala (energi negatif), diarak keliling desa sebagai simbol pengusiran energi negatif dari lingkungan sekitar. Prosesi ini diiringi dengan musik gamelan baleganjur yang dinamis untuk membangkitkan semangat dan mengusir aura negatif.

Setelah diarak, ogoh-ogoh akan dibakar sebagai simbol pemusnahan energi negatif dan sifat-sifat buruk manusia. Pembakaran ini melambangkan proses pembersihan diri secara spiritual sebelum memasuki Hari Raya Nyepi yang penuh khidmat. Dengan memusnahkan energi negatif, diharapkan umat Hindu dapat memulai lembaran baru dengan hati yang bersih dan pikiran yang jernih.

Pawai ogoh-ogoh juga menjadi pengingat bagi masyarakat untuk selalu menjaga keseimbangan antara alam dan manusia. Manusia harus hidup selaras dengan alam dan tidak merusak lingkungan. Dengan menjaga keseimbangan alam, diharapkan kehidupan manusia dapat berjalan dengan harmonis dan sejahtera.

Pesan Moral dan Harapan di Balik Perayaan Nyepi

Perayaan Nyepi bukan hanya sekadar hari libur, tetapi juga menjadi momentum untuk introspeksi diri dan merenungkan makna kehidupan. Selama Nyepi, umat Hindu diwajibkan untuk melakukan "Catur Brata Penyepian," yaitu empat larangan yang harus dipatuhi, yaitu:

  • Amati Geni: Tidak menyalakan api atau lampu.
  • Amati Karya: Tidak bekerja.
  • Amati Lelungan: Tidak bepergian.
  • Amati Lelanguan: Tidak bersenang-senang.

Dengan melakukan Catur Brata Penyepian, umat Hindu diharapkan dapat lebih fokus pada diri sendiri, merenungkan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan, dan memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik.

Perayaan Nyepi juga menjadi momentum untuk mempererat tali persaudaraan dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga toleransi antar umat beragama. Melalui perayaan Nyepi, diharapkan seluruh masyarakat dapat hidup berdampingan secara harmonis dan saling menghormati perbedaan.