Polemik Pengakuan Hasto Soal Ancaman Kasus Harun Masiku: Jokowi Angkat Bicara

Bantahan Jokowi Terhadap Klaim Hasto Soal Ancaman Kasus Harun Masiku

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, dalam eksepsinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (21/3), mengungkapkan adanya dugaan ancaman yang diterimanya terkait dengan penanganan kasus dugaan suap Harun Masiku. Menurut Hasto, ancaman tersebut terkait dengan potensi pemecatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari keanggotaan PDIP.

Namun, klaim Hasto ini langsung dibantah oleh Jokowi. Presiden ke-7 RI tersebut mempertanyakan logika di balik ancaman yang disebut Hasto, terutama terkait motif dan keuntungan yang bisa didapatkan dari ancaman tersebut. Jokowi bahkan menyatakan bahwa pemecatannya dari PDIP adalah hal yang biasa saja dan meminta semua pihak untuk berpikir logis.

Klaim Hasto dan Rangkaian Peristiwa

Dalam eksepsinya, Hasto mengaku telah menerima berbagai intimidasi sejak Agustus 2023, yang semakin intensif setelah Pemilu 2024. Puncak intimidasi itu, menurut Hasto, terjadi saat muncul wacana pemecatan Jokowi dari PDIP. Hasto mengklaim bahwa kasus Harun Masiku kemudian dijadikan alat tekanan terhadap dirinya dan PDIP.

Ia menyebutkan adanya utusan yang mengaku sebagai pejabat negara, yang meminta dirinya untuk mundur dari jabatan Sekjen PDIP dan tidak melakukan pemecatan terhadap Jokowi. Jika permintaan itu tidak dipenuhi, Hasto mengklaim dirinya akan dijadikan tersangka dan ditangkap.

Hasto juga menyinggung adanya tekanan serupa yang pernah dialami partai politik lain, yang berujung pada penggantian pimpinan partai dengan menggunakan hukum sebagai instrumen penekan. Ia mempertanyakan dasar dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggunakan keputusan pengadilan yang telah inkrah.

Sebagai informasi, Hasto didakwa menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta. Suap tersebut diduga diberikan agar Wahyu Setiawan membantu mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku. Dalam kasus ini, Hasto didakwa bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Donny telah ditetapkan sebagai tersangka, Saeful Bahri telah divonis bersalah, sementara Harun Masiku masih menjadi buron.

Respons Jokowi dan Logika Pertanyaan

Menanggapi klaim Hasto, Jokowi balik bertanya mengenai motif dan keuntungan yang bisa diperoleh dari ancaman tersebut. Ia mempertanyakan mengapa ancaman itu ditujukan untuk mencegah pemecatannya, dan apa untung ruginya bagi pihak yang mengancam.

Jokowi juga menanggapi santai soal pemecatannya dari PDIP. Ia menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang biasa saja dan mengajak semua pihak untuk berpikir logis dalam menanggapi isu ini. Pernyataan Jokowi ini seolah meragukan kebenaran klaim Hasto dan menepis adanya keterkaitan antara kasus Harun Masiku dengan dinamika politik internal PDIP.

Implikasi dan Tanggapan Publik

Pernyataan Hasto dan bantahan Jokowi ini memicu polemik di ruang publik. Beberapa pihak mempertanyakan kebenaran klaim Hasto dan menduga adanya motif politik di balik pernyataan tersebut. Sementara itu, pihak lain menilai bahwa pengakuan Hasto perlu diselidiki lebih lanjut untuk mengungkap fakta yang sebenarnya.

Kasus Harun Masiku sendiri masih menjadi perhatian publik, mengingat buronnya yang belum tertangkap hingga saat ini. Munculnya klaim Hasto dan bantahan Jokowi ini semakin menambah kompleksitas kasus tersebut dan menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat.

Berikut poin-poin penting yang menjadi sorotan dalam kasus ini:

  • Klaim Hasto Kristiyanto mengenai ancaman terkait kasus Harun Masiku dan potensi pemecatan Jokowi dari PDIP.
  • Bantahan Jokowi terhadap klaim Hasto, mempertanyakan logika dan motif di balik ancaman tersebut.
  • Dakwaan terhadap Hasto terkait dugaan suap kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
  • Status Harun Masiku yang masih menjadi buron dan belum tertangkap.
  • Polemik di ruang publik terkait kebenaran klaim Hasto dan implikasi politik dari kasus ini.