Banjir Bekasi: Wali Kota Tri Adhianto Jelaskan Alasan Menginap di Hotel di Tengah Bencana, Kekayaan Pribadi Diungkap
Banjir Bekasi: Kontroversi Penginapan Wali Kota di Hotel dan Transparansi Kekayaan
Banjir besar yang melanda Kota Bekasi pada awal Maret 2025 telah menimbulkan kerugian besar bagi ribuan warga dan memicu kontroversi terkait keputusan Wali Kota Tri Adhianto menginap di sebuah hotel selama bencana tersebut. Kejadian ini mencuat ke publik setelah beredar video yang menampilkan istri Wali Kota, Wiwiek Hargono, tiba di hotel tersebut. Meskipun Wali Kota Tri Adhianto telah memberikan klarifikasi, peristiwa ini turut menyoroti transparansi harta kekayaan para pejabat publik, khususnya dalam konteks penanganan bencana.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan pada 16 Februari 2024, Tri Adhianto, saat masih menjabat sebagai Wakil Wali Kota, tercatat memiliki total kekayaan sebesar Rp12,17 miliar. Rinciannya, aset terbesar berupa tanah dan bangunan mencapai Rp7,64 miliar, meliputi 27 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Blora. Aset-aset tersebut diperoleh melalui usaha pribadi dan hibah. Selain itu, ia juga memiliki alat transportasi dan mesin senilai Rp1,65 miliar, harta bergerak lainnya Rp688 juta, serta kas dan setara kas sebesar Rp2,19 miliar. Menariknya, LHKPN tidak mencantumkan adanya utang atas nama Wali Kota Tri Adhianto.
Klarifikasi Wali Kota dan Dampak Banjir
Wali Kota Tri Adhianto membela keputusannya menginap di hotel dengan alasan strategis. Beliau menyatakan bahwa lokasi hotel memudahkannya untuk melakukan pengawasan dan peninjauan lokasi-lokasi yang terdampak banjir secara cepat dan efisien. Ia membantah menghabiskan waktu berlama-lama di hotel, mengklaim telah meninggalkan hotel sejak pukul 06.00 WIB untuk turun ke lapangan dan membantu warga terdampak. Istrinya, menurut Wali Kota, bahkan sudah membantu menyediakan makanan untuk para korban banjir sejak pukul 04.00 WIB. Pernyataan Wali Kota ini menekankan bahwa penginapan di hotel semata-mata untuk efisiensi operasional dalam penanganan bencana.
Namun, banjir yang terjadi telah menimbulkan dampak yang signifikan bagi masyarakat Bekasi. Ribuan rumah terendam, ribuan warga terpaksa mengungsi, dan kerugian material cukup besar dialami warga. Di Perumahan Pondok Gede Permai, ketinggian air mencapai 4 meter, bahkan di beberapa titik mencapai 8 meter. Laporan dari Ketua RT 06 RW 002 Kampung Lebak, Teluk Pucung, Bekasi Utara, menyebutkan 245 rumah di wilayahnya terendam akibat luapan air dari Bogor. Kisah-kisah pilu dialami warga, seperti peternak kambing, Icih (40), yang kehilangan lima ekor kambingnya, dan Daniel (49), pemilik ruko di Grand Galaxy City, yang mobilnya terendam air hingga setinggi satu meter. Kejadian ini menjadi gambaran nyata betapa besarnya dampak bencana banjir bagi kehidupan warga Bekasi.
Pertanyaan Publik Terkait Transparansi dan Akuntabilitas
Meskipun Wali Kota telah memberikan penjelasan, kontroversi ini tetap memicu diskusi publik terkait transparansi dan akuntabilitas pejabat publik dalam menghadapi bencana. Pertanyaan mengenai pilihan penginapan di tengah bencana, efektivitas penanganan bencana, dan peran serta pejabat publik dalam membantu warga terdampak masih menjadi sorotan. Kejadian ini juga kembali mengingatkan pentingnya keterbukaan informasi dan akuntabilitas pejabat publik dalam pengelolaan kekayaan dan tugas-tugas pemerintahan, terutama dalam situasi darurat bencana.