Pengabdian Tanpa Batas: Kisah Dimas, Garda Terdepan Pelintasan Kereta Api Saat Lebaran

Pengabdian Tanpa Batas: Kisah Dimas, Garda Terdepan Pelintasan Kereta Api Saat Lebaran

Di balik hiruk pikuk mudik Lebaran, ada sosok-sosok yang rela mengesampingkan kepentingan pribadi demi memastikan perjalanan ribuan orang tetap aman dan lancar. Salah satunya adalah Dimas, seorang Penjaga Jalan Lintasan (PJL) di Pos 17, Jalan Jagir Wonokromo, Surabaya. Tugasnya mungkin terlihat sederhana, menaikkan dan menurunkan palang pintu pelintasan kereta api, namun perannya krusial dalam mencegah potensi kecelakaan.

Lebaran di Pos Jaga: Pengorbanan Seorang PJL

Setiap tahun, Dimas memilih untuk tetap bertugas di pos jaganya, mengamankan jalur kereta api selama masa mudik Lebaran. Pengorbanan ini bukan tanpa cerita. Ia mengisahkan bagaimana momen-momen penting keluarga, termasuk saat ayahnya meninggal dunia, terpaksa dilewatkan demi tanggung jawabnya sebagai PJL.

"Sewaktu awal-awal yang lumayan sedih sih, apalagi waktu ngelihat orang-orang yang lain pergi untuk ketemu keluarga, sedangkan saya di sini harus tetap kerja," ungkap Dimas dengan nada sendu. Ia mengenang tahun pertamanya bertugas, ketika kabar duka datang menjelang Ramadhan. Ayahnya meninggal dunia akibat serangan jantung, namun Dimas tidak bisa langsung meninggalkan pekerjaannya karena keterbatasan personel akibat pandemi Covid-19.

Dukungan Keluarga dan Pemanfaatan Teknologi

Meski berat, Dimas bersyukur memiliki keluarga yang memahami dan mendukung pekerjaannya. Istrinya, yang berasal dari Madura, selalu memberikan semangat dan pengertian. Di saat tidak bisa pulang kampung, panggilan video menjadi jembatan untuk tetap terhubung dengan keluarga.

"Alhamdulillah istri dan keluarga memahami sih, risiko pekerjaan saya seperti ini, mau gimana lagi," ujarnya. Melalui panggilan video, Dimas dapat bertukar salam dan bercengkrama dengan orang tua, saudara, dan kerabat lainnya, mengobati kerinduan di Hari Raya.

Intensitas Kerja Meningkat Saat Lebaran

Selama bulan Ramadhan dan Lebaran, tidak ada perubahan jam kerja bagi Dimas dan rekan-rekannya. Mereka tetap bekerja dalam tiga shift, yaitu pukul 06.00-14.00 WIB, 14.00-22.00 WIB, dan 22.00-06.00 WIB. Intensitas lalu lintas kereta api justru meningkat selama periode ini, mencapai 115 perjalanan per hari, dibandingkan hari biasa yang hanya sekitar 105 perjalanan.

"Jadi memang penjagaan harus lebih intens, lebih waspada, lebih ketat," jelas Dimas. Ia menyadari betul bahwa kelalaian sekecil apapun dapat berakibat fatal, sehingga konsentrasi dan kewaspadaan menjadi kunci utama dalam menjalankan tugasnya.

Kerinduan Akan Opor Ayam dan Kebersamaan Keluarga

Di balik pengabdiannya, Dimas menyimpan kerinduan akan momen-momen kebersamaan keluarga saat Lebaran. Ia sangat merindukan hidangan opor ayam yang menjadi menu wajib di hari raya, serta kesempatan untuk mengobrol dan bercanda dengan sanak saudara.

"Karena saya sama saudara yang lain sebenarnya jarang komunikasi, sebab masing-masing juga sudah kerja. Jadi sekalinya ngumpul selalu meriah," tuturnya dengan senyum merekah.

Harapan dan Pesan untuk Pemudik

Meski tidak bisa merayakan Lebaran bersama keluarga, Dimas tetap berharap momen hari kemenangan tahun ini dapat dijalankan dengan penuh sukacita. Ia juga berpesan kepada para pemudik untuk selalu mematuhi peraturan lalu lintas dan memastikan kendaraan dalam kondisi aman sebelum melakukan perjalanan.

"Tetap patuhi lalu lintas yang ada, nikmati saja perjalanannya agar tetap selamat sampai tujuan," pesan Dimas dengan tulus.

Kisah Dimas adalah cerminan dari pengabdian tanpa batas para petugas PJL yang rela berkorban demi keselamatan dan kelancaran perjalanan masyarakat. Semangat dan dedikasi mereka patut diapresiasi dan menjadi inspirasi bagi kita semua.