Kebuntuan Negosiasi Gencatan Senjata Gaza: Hamas Tegas Tolak Demiliterisasi

Kebuntuan Negosiasi Gencatan Senjata Gaza: Hamas Tolak Demiliterisasi

Negosiasi perpanjangan gencatan senjata di Jalur Gaza memasuki jalan buntu. Penolakan tegas Hamas terhadap tuntutan demiliterisasi menjadi penghalang utama dalam mencapai kesepakatan tahap kedua gencatan senjata. Pernyataan keras yang disampaikan oleh pemimpin Hamas, Sami Abu Zuhri, menegaskan bahwa pelucutan senjata kelompok perlawanan merupakan garis merah yang tidak dapat dikompromikan. Abu Zuhri menyebut setiap pembicaraan mengenai pelucutan senjata sebagai "omong kosong", menegaskan komitmen teguh Hamas dan faksi-faksi perlawanan lainnya untuk mempertahankan kemampuan militer mereka.

Sikap tegas Hamas ini bertolak belakang dengan tuntutan Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar. Saar, dalam konferensi pers di Yerusalem, secara eksplisit menuntut demiliterisasi penuh Jalur Gaza sebagai prasyarat untuk melanjutkan gencatan senjata ke tahap kedua. Selain itu, Saar juga mendesak penghapusan pengaruh Hamas dari Gaza dan pengembalian seluruh sandera yang masih ditahan. Saar dengan lugas menyatakan bahwa tanpa pemenuhan tuntutan ini, tidak akan ada kesepakatan tahap kedua. Pernyataan Saar ini semakin memperkeruh suasana dan memperlihatkan perbedaan pandangan yang signifikan antara kedua belah pihak.

Tahap pertama gencatan senjata yang telah berakhir pada akhir pekan lalu telah menghasilkan pembebasan 25 sandera dan penyerahan 8 jenazah sandera oleh Hamas kepada Israel, sebagai imbalan atas pembebasan sekitar 1.800 tahanan Palestina. Namun, hingga kini masih ada sekitar 58 sandera yang nasibnya belum jelas, termasuk 34 sandera yang dikabarkan telah tewas. Situasi ini menjadi salah satu faktor yang memperumit negosiasi perpanjangan gencatan senjata.

Usulan Amerika Serikat untuk memperpanjang gencatan senjata hingga pertengahan April, yang disampaikan melalui utusan khusus Steve Witkoff, juga ditolak oleh Hamas. Hamas justru lebih memilih untuk beralih ke tahap kedua gencatan senjata yang diharapkan dapat mengakhiri konflik secara lebih permanen. Penolakan ini menunjukkan bahwa Hamas tidak hanya sekadar menginginkan perpanjangan gencatan senjata sementara, tetapi juga menginginkan resolusi konflik yang lebih komprehensif dan menguntungkan bagi pihak Palestina.

Kebuntuan ini menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi konflik kembali. Perbedaan mendasar dalam hal tuntutan demiliterisasi dan peran Hamas dalam Jalur Gaza menjadi hambatan besar dalam mencapai kesepakatan damai. Upaya diplomasi dan negosiasi lebih lanjut diperlukan untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan ini dan mencegah terjadinya kembali kekerasan di Jalur Gaza. Masa depan gencatan senjata dan stabilitas kawasan ini kini sangat bergantung pada kemampuan kedua belah pihak untuk menemukan titik temu dan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Berikut ringkasan poin penting:

  • Hamas menolak demiliterisasi Gaza sebagai garis merah.
  • Israel menuntut demiliterisasi penuh dan penghapusan Hamas dari Gaza.
  • Negosiasi perpanjangan gencatan senjata menemui jalan buntu.
  • Perbedaan pandangan mengenai demiliterisasi menjadi hambatan utama.
  • Nasib sandera yang masih ditahan memperumit situasi.
  • Usulan perpanjangan gencatan senjata oleh AS ditolak Hamas.