Shawarma Rp 36 Ribu di Bazar Ramadan Penang: Kekecewaan Konsumen dan Polemik Harga
Shawarma Rp 36 Ribu di Bazar Ramadan Penang: Kekecewaan Konsumen dan Polemik Harga
Sebuah video viral di TikTok telah mengungkap permasalahan kualitas dan harga makanan di bazar Ramadan, khususnya menyoroti sepotong shawarma seharga RM 10 (sekitar Rp 36 ribu) yang mengecewakan seorang konsumen di Bayan Baru, Penang, Malaysia. Video berdurasi 14 detik yang diunggah oleh akun @fara_zaini memperlihatkan isi shawarma yang terdiri dari sedikit irisan daging, selada layu, dan sedikit saus. Kekecewaan Fara atas porsi yang minim dan harga yang relatif mahal memicu reaksi beragam dari warganet.
Insiden ini menimbulkan perdebatan sengit di media sosial. Fara, dalam unggahannya yang telah ditonton lebih dari 600.000 kali dan menuai 1.300 lebih komentar, menyindir penjual dengan ungkapan sarkastik, "Keuntungan besar bulan ini." Komentar tersebut merefleksikan sentimen umum dari banyak pengguna TikTok yang merasa dirugikan oleh harga makanan yang tidak sebanding dengan kualitas dan porsinya di bazar Ramadan.
Beberapa komentar netizen turut membagikan pengalaman serupa. Akun @Amalina Muhammad misalnya, menceritakan pengalaman buruknya membeli sup babat dengan tekstur babat yang sangat keras, sampai-sampai ia menggambarkannya seperti "mengunyah kawat sepeda." Pengalaman-pengalaman negatif ini semakin memperkuat narasi umum mengenai kualitas makanan yang kurang memuaskan di beberapa bazar Ramadan.
Namun, tidak semua netizen sepakat dengan kritik tersebut. Beberapa membela para pedagang dengan alasan biaya sewa tempat di bazar Ramadan yang mahal. Netizen bernama Sya Syira misalnya, berpendapat bahwa harga sewa yang tinggi turut berkontribusi pada harga jual makanan yang lebih tinggi. Walau demikian, ia juga menekankan perlunya keseimbangan antara harga dan kualitas. Menurutnya, harga yang mahal seharusnya diimbangi dengan porsi dan kualitas makanan yang lebih baik, bukan sebaliknya.
Perdebatan ini juga menarik perhatian netizen bernama @asrolerolerol yang mengaku sudah tiga tahun menghindari membeli makanan di bazar Ramadan karena menganggap kualitas makanan yang ditawarkan secara umum buruk. Hal ini menunjukan adanya tren negatif yang dirasakan oleh beberapa konsumen terkait kualitas makanan di bazar Ramadan.
Kasus shawarma ini menjadi cerminan dari tantangan yang dihadapi konsumen dalam memilih makanan di bazar Ramadan. Di tengah ramainya pilihan dan daya tarik hidangan yang disajikan, konsumen perlu lebih jeli dan kritis dalam mempertimbangkan kualitas dan harga sebelum memutuskan untuk membeli. Kejadian ini juga menjadi pengingat bagi para pedagang untuk senantiasa memperhatikan kualitas produk dan kejujuran dalam penetapan harga, guna menjaga kepercayaan konsumen dan citra positif bazar Ramadan.
Lebih lanjut, insiden ini menyorot pentingnya regulasi dan pengawasan yang lebih ketat terhadap bazar Ramadan untuk memastikan standar kualitas dan harga makanan yang dijual. Hal ini penting untuk melindungi konsumen dan memastikan praktik perdagangan yang adil dan transparan.