Kontroversi Surat Permohonan THR Kades Klapanunggal: Pemkab Bogor Turun Tangan
Kontroversi Surat Permohonan THR Kades Klapanunggal: Pemkab Bogor Turun Tangan
Surat permohonan Tunjangan Hari Raya (THR) senilai Rp 165 juta yang diajukan oleh Kepala Desa (Kades) Klapanunggal, Bogor, Jawa Barat, kepada sejumlah perusahaan di wilayahnya, telah memicu polemik dan sorotan tajam dari berbagai pihak. Kades Klapanunggal, Ade Endang Saripudin, berdalih bahwa surat tersebut hanya bersifat imbauan dan meminta maaf atas kegaduhan yang timbul.
Klarifikasi Kades dan Permintaan Maaf
Dalam sebuah video yang beredar, Kades Ade mengakui kesalahannya dan menyatakan bahwa maksud dari surat tersebut hanyalah sebagai imbauan kepada para pengusaha. Ia meminta agar para pengusaha mengabaikan surat yang telah beredar dan berjanji akan menarik kembali surat-surat tersebut. "Saya mengaku salah dan memohon maaf kepada para pihak yang kurang berkenan," ujarnya.
Kades Ade juga menjelaskan bahwa dana yang terkumpul rencananya akan digunakan untuk acara halalbihalal desa yang telah dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 2025. Surat tersebut mencantumkan rincian anggaran yang dibutuhkan, termasuk untuk bingkisan, uang saku, kain sarung, konsumsi, penceramah, pembaca Al-Quran, sewa pengeras suara, dan biaya tak terduga.
Respons Pemkab Bogor
Menanggapi viralnya surat permohonan THR tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor bertindak cepat dengan menerjunkan Inspektorat Daerah untuk melakukan investigasi. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor, Ajat Rochmat Jatnika, menegaskan bahwa pihaknya akan menelusuri masalah ini secara mendalam untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas dan mengambil langkah-langkah yang tepat.
"Saya perintahkan kepada Inspektorat Daerah Kabupaten Bogor untuk menangani masalah ini sehingga diperoleh satu informasi yang lebih tegas dan langkah-langkah yang bisa meningkatkan kewibawaan Kabupaten Bogor ke depan," kata Sekda Ajat.
Analisis Hukum dan Etika
Permohonan THR oleh Kades Klapanunggal ini menimbulkan pertanyaan terkait etika dan legalitas. Secara hukum, tidak ada dasar yang mewajibkan perusahaan untuk memberikan THR kepada pemerintah desa. Namun, dari sisi etika, tindakan Kades tersebut dinilai kurang pantas dan dapat menimbulkan kesan pemerasan atau penyalahgunaan wewenang.
Pengamat pemerintahan menilai bahwa seharusnya pemerintah desa mencari sumber pendanaan lain yang lebih transparan dan akuntabel, seperti melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) atau kerjasama dengan pihak ketiga yang tidak melanggar aturan. Permohonan dana langsung kepada perusahaan, apalagi dengan dalih imbauan, dapat menciderai kepercayaan masyarakat dan merusak citra pemerintah desa.
Dampak dan Implikasi
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh kepala desa di Indonesia agar lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan desa dan menjalin hubungan dengan pihak swasta. Pemerintah daerah juga perlu meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap pemerintah desa agar tidak terjadi lagi tindakan serupa di kemudian hari.
Ke depan, diharapkan ada regulasi yang lebih jelas mengenai batasan-batasan kerjasama antara pemerintah desa dengan pihak swasta, sehingga tidak menimbulkan konflik kepentingan atau penyalahgunaan wewenang. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa harus menjadi prioritas utama untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.