Muhammadiyah Akhiri Era Hisab Wujudul Hilal: Lebaran 2025 Jadi Transisi Menuju Kalender Hijriah Global

Muhammadiyah Akhiri Era Hisab Wujudul Hilal: Lebaran 2025 Jadi Transisi Menuju Kalender Hijriah Global

Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, akan mengakhiri penggunaan metode hisab wujudul hilal dalam penentuan awal bulan Hijriah, termasuk untuk menetapkan Hari Raya Idul Fitri. Lebaran 2025 mendatang menjadi momentum transisi sebelum sepenuhnya beralih menggunakan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) mulai tahun 1447 H.

Keputusan ini menandai perubahan signifikan dalam tradisi penetapan kalender yang selama ini dipegang teguh oleh Muhammadiyah. Selama ini, Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal, yang menetapkan awal bulan jika hilal (bulan sabit pertama) sudah wujud atau terlihat setelah terjadi ijtimak (konjungsi) sebelum matahari terbenam, bulan terbenam setelah matahari, dan piringan atas bulan berada di atas ufuk saat matahari terbenam. Jika salah satu kriteria ini tidak terpenuhi, bulan digenapkan menjadi 30 hari.

Penetapan 1 Syawal 1446 H yang jatuh pada tanggal 31 Maret 2025, masih menggunakan metode hisab ini. Namun, setelah itu, Muhammadiyah akan secara resmi mengadopsi KHGT sebagai rujukan utama dalam menentukan awal bulan Hijriah.

Ketua Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum PP Muhammadiyah, Edy Kuscahyanto, membenarkan informasi ini. Rencananya, peluncuran resmi penggunaan KHGT akan dilakukan dalam waktu dekat.

Alasan Peralihan ke Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT)

Keputusan Muhammadiyah untuk beralih ke KHGT didasari oleh beberapa pertimbangan strategis. Salah satunya adalah upaya untuk mewujudkan kesatuan umat Islam dalam aspek waktu dan ibadah. Sistem KHGT menganggap bumi sebagai satu kesatuan matlak global, sehingga seluruh dunia akan menetapkan awal bulan Hijriah pada hari yang sama. Ini diharapkan dapat menghilangkan potensi perbedaan dalam penentuan hari-hari penting seperti awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha.

Selain itu, peralihan ini juga merupakan respons terhadap tantangan modernitas dan upaya memperkuat integrasi umat Islam di tingkat global. KHGT dianggap lebih reliable dan memberikan kepastian dalam penanggalan Hijriah, sesuatu yang selama ini belum sepenuhnya tercapai akibat keterbatasan kemampuan rukyat (pengamatan hilal) manusia.

Keputusan ini sendiri telah ditetapkan melalui Munas Tarjih Muhammadiyah di Pekalongan pada Februari 2024 lalu.

Berikut adalah poin-poin penting yang melandasi keputusan Muhammadiyah menggunakan KHGT sebagai rujukan penetapan tanggal penting dalam Islam:

  • Kebutuhan Kalender yang Reliabel: Umat Islam membutuhkan kalender yang reliable sebagai acuan dalam beribadah, terutama untuk momen-momen penting seperti Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Kalender yang ada saat ini masih berpotensi berubah karena kemampuan rukyat yang terbatas.
  • Analogi dengan Waktu Shalat: Dalam penentuan waktu shalat sehari-hari, umat Islam telah berhasil mengkonversi fenomena alam ke dalam hitungan yang presisi. Hal ini menginspirasi upaya unifikasi kalender Hijriah.
  • Kepastian dan Kemapanan: Unifikasi kalender Hijriah bukan hanya untuk menyikapi perbedaan awal Ramadhan dan Syawal, tetapi juga untuk mendapatkan kepastian dan kemapanan dalam kalender Hijriah.

Kelebihan dan Kekurangan KHGT

Kelebihan KHGT:

  • Prediksi Jauh ke Depan: KHGT memiliki kemampuan prediksi yang akurat untuk jangka waktu yang panjang, karena didasarkan pada hisab (perhitungan astronomi).
  • Menggunakan Kriteria Imkanur Rukyat: Kriteria imkanur rukyat (kemungkinan terlihatnya hilal) banyak digunakan oleh negara-negara Islam, sehingga berpotensi diterima secara luas.
  • Bersifat Global: Aplikasi KHGT bersifat global karena mengakui satu matlak di seluruh dunia. Hal ini dapat menghilangkan perbedaan awal bulan Hijriah antarnegara.

Kekurangan KHGT:

  • Meninggalkan Kriteria Wujudul Hilal: Penerapan KHGT seolah meninggalkan kriteria wujudul hilal yang selama ini diamalkan Muhammadiyah.
  • Perpindahan Hari pada Jam 00.00.00: Perpindahan hari yang terjadi pada jam 00.00.00 dalam KHGT berbeda dengan pemahaman umum bahwa hari Hijriah dimulai setelah Maghrib.
  • Penekanan pada Ijtima': Penekanan pada ijtima' sebagai variabel pokok penentuan awal bulan menimbulkan pertanyaan mengenai aplikasi hadis-hadis tentang rukyatul hilal.

Perubahan ini tentu membutuhkan sosialisasi dan pemahaman yang mendalam di kalangan warga Muhammadiyah dan umat Islam secara umum. Diharapkan, dengan adopsi KHGT, umat Islam dapat semakin bersatu dalam menjalankan ibadah dan merayakan hari-hari besar Islam secara bersamaan di seluruh dunia.