Lesunya Pasar Ayam Tradisional Jelang Lebaran: Keluhan Pedagang Pondok Bambu di Tengah Dominasi Online
Pasar Ayam Pondok Bambu Didera Penurunan Omzet Jelang Lebaran
Jakarta Timur – Suasana Pasar Pondok Bambu, Jakarta Timur, pada Minggu (30/3/2024), sehari menjelang Hari Raya Idul Fitri, tampak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sejumlah pedagang ayam mengeluhkan penurunan omzet yang signifikan, sebuah fenomena yang mereka kaitkan dengan perubahan perilaku konsumen dan persaingan dengan penjualan daring (online).
Maya (42), seorang pedagang ayam yang telah berjualan di Pasar Pondok Bambu selama bertahun-tahun, mengungkapkan kekecewaannya. “Penjualan merosot drastis. Tidak seperti tahun lalu, di mana saya bisa menjual hingga 200 ekor ayam per hari, hari ini hanya sekitar 100 ekor,” ujarnya dengan nada lesu.
Menurut Maya, penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk penurunan daya beli masyarakat dan maraknya penjualan ayam secara daring. Ia merasa bahwa kebijakan pemerintah diperlukan untuk melindungi pedagang pasar tradisional dari dominasi platform online. “Pemerintah perlu membuat kebijakan yang menyeimbangkan persaingan antara pedagang online dan pasar tradisional. Kami tidak tahu kualitas ayam yang dijual online, sementara kami di pasar tradisional menjamin kualitas dan kesegaran produk kami,” tegasnya.
Maya juga menyoroti sepinya suasana pasar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Biasanya, sehari menjelang Lebaran, pasar ini sangat ramai hingga sulit untuk berjalan. Sekarang, lihat saja, sangat lengang,” katanya sambil menunjukkan sekeliling pasar.
Kontras Pendapat: Ada Pedagang yang Penjualannya Justru Meningkat
Namun, di tengah keluhan sebagian pedagang, Lakon (55), pedagang ayam lainnya di Pasar Pondok Bambu, justru melaporkan peningkatan penjualan menjelang Lebaran. “Penjualan tahun ini meningkat. Masyarakat sudah terbiasa dengan kenaikan harga menjelang Lebaran,” jelas Lakon. Ia menambahkan bahwa kenaikan harga ayam sebesar Rp 2.500 per kilogram tidak terlalu dikeluhkan oleh pembeli. Dagangan ayam di lapaknya pun tetap laku terjual.
Perbedaan pengalaman antara Maya dan Lakon mungkin disebabkan oleh strategi penjualan yang berbeda, loyalitas pelanggan, atau faktor-faktor lain yang belum terungkap. Namun, satu hal yang pasti, dinamika pasar ayam menjelang Lebaran tahun ini cukup kompleks.
Tantangan Pasar Tradisional di Era Digital
Kisah para pedagang ayam di Pasar Pondok Bambu ini mencerminkan tantangan yang dihadapi pasar tradisional di era digital. Perubahan perilaku konsumen yang semakin beralih ke platform online, ditambah dengan persaingan harga dan kemudahan berbelanja, menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan pasar tradisional. Diperlukan inovasi dan adaptasi dari para pedagang, serta dukungan dari pemerintah, agar pasar tradisional tetap relevan dan mampu bersaing di tengah gempuran era digital. Pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi agar pedagang pasar tradisional dapat terus berjualan dan tidak kalah saing dengan penjualan online.
Rekomendasi Strategi Adaptasi untuk Pedagang Pasar Tradisional:
- Memanfaatkan Platform Online: Pedagang dapat mulai menjual produk mereka melalui platform e-commerce atau media sosial.
- Menjaga Kualitas dan Kesegaran Produk: Kualitas produk yang baik adalah kunci untuk mempertahankan pelanggan.
- Memberikan Pelayanan yang Lebih Baik: Pelayanan yang ramah dan personal dapat menjadi nilai tambah bagi pelanggan.
- Berkolaborasi dengan Pedagang Lain: Pedagang dapat bekerja sama untuk menciptakan promosi atau program loyalitas.
- Meminta Dukungan Pemerintah: Pedagang dapat meminta pemerintah untuk memberikan pelatihan, bantuan modal, atau subsidi.
Dengan adaptasi dan inovasi, pasar tradisional dapat bertahan dan bahkan berkembang di era digital ini.