Lawang Sewu, Ikon Sejarah Semarang, Gelar Salat Idul Fitri Perdana di Tahun 2025
Lawang Sewu: Saksi Bisu Sejarah Kini Jadi Lokasi Salat Idul Fitri
Semarang, Jawa Tengah - Sebuah angin segar perubahan bertiup di kota Semarang. Bangunan ikonik Lawang Sewu, yang selama ini dikenal dengan sejarah panjang dan aura mistisnya, akan menjadi lokasi pelaksanaan salat Idul Fitri 1446 Hijriah atau tahun 2025. Ini adalah kali pertama dalam sejarahnya, Lawang Sewu menjadi tempat ibadah salat Idul Fitri.
Inisiatif unik ini digagas oleh PT Kereta Api Pariwisata (KAI Wisata), pengelola Lawang Sewu, sebagai bagian dari upaya untuk mendekatkan bangunan bersejarah ini kepada masyarakat dan memberikan pengalaman spiritual yang berbeda di Hari Raya Idul Fitri. Direktur Utama KAI Wisata, Hendy Helmy, menyatakan bahwa Lawang Sewu akan dibuka untuk umum mulai pukul 05.30 WIB dan bebas biaya hingga pukul 08.30 WIB khusus bagi jamaah salat Id. Diperkirakan, lokasi ini dapat menampung sekitar 700 jamaah.
Kilas Balik Sejarah Lawang Sewu
Lawang Sewu, yang berarti "Seribu Pintu" dalam bahasa Jawa, bukan sekadar bangunan biasa. Ia menyimpan catatan sejarah panjang yang mencerminkan perjalanan bangsa Indonesia. Dahulunya, Lawang Sewu adalah kantor pusat Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), perusahaan kereta api swasta pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Proses pembangunan Lawang Sewu dilakukan secara bertahap, dimulai pada 27 Februari 1904 dan rampung pada Juli 1907. Kompleks ini kemudian diperluas dengan bangunan tambahan yang selesai pada tahun 1918.
Meskipun bernama "Seribu Pintu", jumlah pintu di Lawang Sewu sebenarnya tidak mencapai seribu, melainkan hanya 928. Bangunan ini dirancang oleh arsitek Belanda, Prof. Jakob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag, dengan gaya arsitektur yang didominasi elemen lengkung dan sederhana. Desain Lawang Sewu menyerupai huruf L, dengan jumlah jendela dan pintu yang banyak untuk memaksimalkan sirkulasi udara.
Salah satu daya tarik utama Lawang Sewu adalah ornamen kaca patri buatan Johannes Lourens Schouten. Kaca patri ini menggambarkan kemakmuran dan keindahan Jawa sebagai simbol kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia pada masa itu.
Setelah masa kolonial berakhir, Lawang Sewu sempat menjadi markas tentara Jepang dan kantor transportasi bernama Riyuku Sokyoku pada tahun 1943. Bangunan ini juga menjadi saksi bisu pertempuran sengit antara Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) dan tentara Jepang, yang dikenal sebagai "Pertempuran Lima Hari di Semarang" pada 15-19 Oktober.
Lebaran di Lawang Sewu: Lebih dari Sekadar Salat
Kini, Lawang Sewu telah bertransformasi menjadi museum yang menyimpan berbagai koleksi perkeretaapian Indonesia dari masa ke masa. Selama libur Lebaran 2025, Lawang Sewu tidak hanya menjadi lokasi salat Idul Fitri, tetapi juga menawarkan berbagai kegiatan menarik lainnya, seperti:
- Bazar UMKM
- Live Music
- Wahana Lawang Sewu Privetoegang (Tur Eksklusif Gedung A)
- Geschiendenis Virtual Reality Experience (Menjelajah Lawang Sewu Abad 19)
- Wahana Immersive Kelderverkenning (Ruang Bawah Tanah)
- Night Tour & Midnight Tour
- Wahana Video 360
- Mainan Motor Listrik, Mainan Pasir, dan Mewarnai
- Foto Bersama Burung Hantu
- Wahana Choo Choo Train
Setelah pelaksanaan salat Id, pengunjung yang ingin menikmati berbagai wahana dan koleksi museum akan dikenakan biaya tiket masuk:
- Dewasa dan Mahasiswa: Rp 20.000
- Anak-anak dan Pelajar: Rp 10.000
- Wisatawan Mancanegara: Rp 30.000
Dengan perpaduan antara nilai sejarah, spiritualitas, dan hiburan, Lawang Sewu menawarkan pengalaman Lebaran yang unik dan tak terlupakan bagi seluruh masyarakat Semarang dan sekitarnya.