Babakan Ciparay: Menelisik Kampung Ketupat yang Lestarikan Tradisi Jelang Lebaran di Bandung
Menjelang perayaan Idul Fitri, Kota Bandung menyimpan sebuah tradisi unik di Kelurahan Babakan Ciparay, Kecamatan Babakan Ciparay. Di sana, sebuah perkampungan dikenal sebagai Kampung Ketupat, tempat hampir seluruh warganya berprofesi sebagai perajin cangkang ketupat secara turun-temurun. Tradisi ini bukan sekadar mata pencaharian, melainkan juga warisan budaya yang dijaga dengan sepenuh hati.
Dari generasi muda hingga lansia, keahlian membuat cangkang ketupat telah mendarah daging. Rohayati (65), salah seorang perajin senior, telah menekuni profesi ini selama lebih dari 30 tahun, meneruskan jejak orang tuanya. Dengan tangan yang masih cekatan, ia bercerita tentang bagaimana ia belajar membuat ketupat dari neneknya sejak usia muda. Kesibukan membuat ketupat di kampung ini mencapai puncaknya lima hari menjelang Lebaran, namun ia juga memproduksi setiap hari untuk memenuhi permintaan pasar. Hasil dari penjualan cangkang ketupatnya telah membantu membiayai pendidikan anak-anaknya hingga jenjang perguruan tinggi.
Bagi Rohayati, membuat ketupat bukan hanya sekadar pekerjaan, tetapi juga bagian dari hidupnya. Ia bangga bisa melestarikan tradisi keluarga dan memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya melalui usaha ini.
Senada dengan Rohayati, Ayi Rohmat (45) juga telah menggeluti pembuatan cangkang ketupat sejak usia 15 tahun. Awalnya, ia membantu ibunya berjualan ketupat di pasar, kemudian tertarik untuk belajar membuatnya sendiri demi menambah penghasilan keluarga. Kini, pembuatan ketupat telah menjadi usaha keluarga yang ia wariskan kepada anak-anaknya. Ayi berharap, dengan mengajarkan teknik membuat ketupat kepada generasi penerus, tradisi ini akan terus hidup dan berkembang.
Ia menambahkan, mempertahankan tradisi ini sangat penting. Apalagi, kampungnya dikenal sebagai blok kupat yang berasal dari nenek moyangnya. Ayi merasa bangga dapat meneruskan warisan leluhur dan melihat anak-anaknya turut terlibat dalam pembuatan ketupat.
Kisah serupa juga datang dari Hermanto (40), yang memilih untuk melanjutkan tradisi keluarga sebagai perajin cangkang ketupat. Dengan kecepatan dan ketelitian, ia mampu menyelesaikan sebuah cangkang ketupat dalam waktu kurang dari satu menit. Hampir seluruh anggota keluarganya juga terlibat dalam pembuatan ketupat. Bagi Hermanto, membuat ketupat sudah menjadi kewajiban dan mata pencaharian utama, terutama menjelang Lebaran. Dengan upah Rp 100 ribu untuk setiap 1.000 cangkang, ia bersyukur bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dari usaha ini.
Menjelang Lebaran, pesanan cangkang ketupat meningkat drastis. Hermanto bahkan menerima pesanan hingga 10 ribu cangkang ketupat. Bersama istri dan anggota keluarga lainnya, mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pesanan tepat waktu. Tradisi membuat ketupat di Kampung Babakan Ciparay bukan hanya sekadar bisnis musiman, melainkan juga simbol kebersamaan dan semangat gotong royong dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri.
Kampung Ketupat di Babakan Ciparay menjadi bukti nyata bagaimana sebuah tradisi dapat dipertahankan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Di tengah gempuran modernisasi, semangat untuk melestarikan budaya lokal tetap membara di hati para perajin cangkang ketupat. Mereka tidak hanya menghasilkan produk bernilai ekonomi, tetapi juga menjaga identitas dan warisan budaya yang tak ternilai harganya.