Sentuhan Kemanusiaan Rasulullah SAW: Kisah Anak Yatim yang Ditemukan Bahagia di Hari Raya

Cahaya Idul Fitri di Balik Air Mata Yatim: Teladan Rasulullah SAW

Idul Fitri, hari kemenangan bagi umat Islam, seharusnya dirayakan dengan suka cita dan kebersamaan. Namun, di balik gemerlapnya perayaan, terkadang terselip kisah-kisah pilu yang menyentuh hati. Salah satunya adalah kisah tentang Rasulullah SAW dan seorang anak yatim yang dijumpainya di tengah keramaian kota Madinah pada hari raya.

Kisah ini, yang diriwayatkan dalam berbagai sumber termasuk Al-Qur'an Hadis Madrasah Ibtidaiyah dan Durratun Nashihin, mengisahkan tentang seorang anak kecil yang duduk seorang diri, menangis di saat anak-anak lain bermain riang dengan pakaian baru mereka. Kesedihan mendalam terpancar dari wajahnya, kontras dengan suasana bahagia yang melingkupi sekitarnya.

Rasulullah SAW, dengan kepekaan hatinya yang luar biasa, mendekati anak tersebut dan bertanya dengan lembut, "Wahai ananda, mengapa engkau tidak bermain bersama teman-temanmu? Mengapa engkau bersedih di hari yang penuh suka cita ini?"

Dengan suara lirih yang tersendat oleh tangis, anak itu menjawab, "Wahai Tuan, bagaimana mungkin aku bisa bergembira? Teman-temanku memakai pakaian baru yang indah, sementara aku tidak memiliki siapa pun yang membelikanku pakaian. Ayahku telah gugur sebagai syuhada di medan perang, dan ibuku telah menikah lagi. Harta peninggalan ayahku diambil oleh ayah tiri, dan aku diusir dari rumah."

Hati Rasulullah SAW tersentuh mendengar kisah pilu anak yatim tersebut. Beliau memeluknya dengan penuh kasih sayang dan berkata, "Wahai ananda, tidakkah engkau ingin aku menjadi ayahmu? Aisyah menjadi ibumu, dan Fatimah menjadi saudarimu?"

Anak yatim itu terkejut dan tak percaya dengan tawaran mulia dari Rasulullah SAW. Bagaimana mungkin seorang anak yatim sepertinya mendapatkan kehormatan sebesar ini? Dengan penuh haru, ia menjawab, "Bagaimana mungkin aku tidak bahagia, wahai Rasulullah?"

Rasulullah SAW kemudian membawa anak yatim itu ke rumahnya dan memberinya pakaian yang layak. Setelah mengenakan pakaian baru, anak itu kembali ke teman-temannya dengan wajah berseri-seri. Teman-temannya terheran-heran melihat perubahan pada dirinya.

"Kemarin aku lapar, haus, dan seorang yatim piatu," kata anak itu kepada teman-temannya. "Tetapi sekarang, aku sangat bahagia karena Rasulullah SAW telah menjadi ayahku, Aisyah menjadi ibuku, Ali menjadi pamanku, dan Fatimah menjadi saudariku. Bagaimana mungkin aku tidak berbahagia?"

Kisah ini adalah cerminan nyata dari akhlak mulia Rasulullah SAW, yang senantiasa peduli terhadap kaum yang lemah dan membutuhkan. Beliau tidak hanya memberikan materi, tetapi juga memberikan kasih sayang dan perhatian yang tulus. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya kepedulian terhadap sesama, terutama anak-anak yatim dan mereka yang kurang beruntung.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, "Aku dan orang yang mengurus anak yatim akan berada di surga seperti ini," sambil menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya yang berdekatan. Hadits ini menunjukkan betapa besar keutamaan dan pahala bagi mereka yang peduli dan menyantuni anak yatim.

Kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua, terutama di hari raya Idul Fitri, untuk tidak hanya merayakan kemenangan diri sendiri, tetapi juga untuk berbagi kebahagiaan dengan mereka yang membutuhkan. Mari kita jadikan Idul Fitri sebagai momentum untuk meningkatkan kepedulian sosial dan memberikan sentuhan kemanusiaan kepada sesama, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.