Ritual Sakral Dua lo Lipu: Gorontalo Memohon Kedamaian dan Kemakmuran Bangsa di Hari Raya Idul Fitri
Ritual Sakral Dua lo Lipu: Gorontalo Memohon Kedamaian dan Kemakmuran Bangsa di Hari Raya Idul Fitri
Gorontalo kembali menghidupkan tradisi luhur Dua lo Lipu, sebuah ritual doa untuk keselamatan dan kemakmuran negeri, tepat setelah umat Muslim merayakan Idul Fitri 1446 Hijriah. Bertempat di Masjid Baiturrahim, Kota Gorontalo, Senin (31/03/2025), acara ini dihadiri oleh tokoh-tokoh adat, Gubernur Gorontalo Gusnar Ismail, serta sejumlah pejabat pemerintahan daerah, menandai komitmen bersama untuk menjaga warisan budaya dan spiritual.
Dua lo Lipu, yang secara harfiah berarti 'Doa untuk Negeri', bukan sekadar seremonial. Ini adalah ungkapan mendalam dari harapan dan permohonan masyarakat Gorontalo kepada Sang Pencipta. Tradisi ini diwariskan secara turun-temurun sejak zaman Kerajaan Gorontalo, menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya daerah ini.
Prosesi dan Makna Sakral
Setelah menunaikan salat Idul Fitri dan melantunkan wirid serta doa, para pemangku adat berkumpul untuk melaksanakan Dua lo Lipu. Ritual ini dipimpin oleh KH Abd Rasyid Kamaru, seorang Qadhi yang memiliki peran sentral dalam struktur adat Gorontalo. Doa yang dipanjatkan berisi permohonan ampunan, ridha, kekuatan, hidayah, dan petunjuk dari Allah SWT. Permohonan ini ditujukan baik untuk kehidupan pribadi maupun untuk kemajuan dan kesejahteraan pemerintahan serta seluruh masyarakat.
Para pemangku adat yang terlibat dalam ritual ini memiliki peran masing-masing, mencerminkan struktur sosial dan kepemimpinan tradisional Gorontalo. Di antaranya:
- Bate lo Lipu lo Lo’opo: Pemangku adat tertinggi
- Wu’u: Wakil pemangku adat
- Mayulu Daa: Petugas keamanan
- Palabila: Pembawa payung kebesaran adat
- Tamburu: Penabuh gendang adat
- Sikili: Sekretaris adat
Kehadiran berbagai elemen adat ini mencerminkan filosofi Buatulo tou longo atau 'Tiga Tali Serangkai', yang menggambarkan tiga pilar kepemimpinan masyarakat Gorontalo: pemerintahan (Buatulo Bubato), agama (Buatulo Syara’), dan keamanan (Buatulo Bala). Filosofi ini menjadi semacam trias politika lokal, menekankan pentingnya keseimbangan dan kerjasama antara ketiga bidang tersebut dalam menjalankan pemerintahan dan menjaga stabilitas masyarakat.
Menjaga Tradisi di Era Modern
Meskipun tidak semua perangkat adat dapat hadir secara fisik karena tugas di masjid lain, semangat Dua lo Lipu tetap menyatukan seluruh masyarakat Gorontalo. Tradisi ini menjadi pengingat akan pentingnya nilai-nilai luhur, kearifan lokal, dan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta. Di tengah arus modernisasi, Dua lo Lipu menjadi jangkar budaya yang menjaga identitas dan jati diri masyarakat Gorontalo.
Ritual Dua lo Lipu bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga manifestasi dari harapan dan keyakinan masyarakat Gorontalo akan masa depan yang lebih baik. Melalui doa dan permohonan yang tulus, mereka berharap agar negeri ini senantiasa dilimpahi kedamaian, kemakmuran, dan keberkahan.