Rekrutmen Honorer Ilegal Pasca Pilkada: MenPAN-RB Dorong Sanksi Tegas untuk Kepala Daerah
Rekrutmen Honorer Ilegal Pasca Pilkada: MenPAN-RB Dorong Sanksi Tegas untuk Kepala Daerah
Penataan pegawai non-Aparatur Sipil Negara (ASN) atau honorer menjadi tantangan serius bagi pemerintah. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Rini Widyantini, dalam Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI di Jakarta, Rabu (5/3/2025), mengungkapkan bahwa praktik rekrutmen honorer yang tidak terkendali, khususnya pasca pemilihan kepala daerah (Pilkada), menjadi salah satu akar masalahnya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN telah melarang pengangkatan honorer baru untuk mengisi jabatan tertentu, namun pelanggaran masih terjadi secara signifikan.
Lebih lanjut, MenPAN-RB menjelaskan bahwa maraknya rekrutmen honorer terkait erat dengan janji kampanye yang kerap dilontarkan oleh calon kepala daerah. Banyak kepala daerah terpilih yang memenuhi janji tersebut dengan mengangkat tim sukses dan relawan kampanye mereka sebagai honorer. Praktik ini, menurut Rini, tidak hanya terjadi di tingkat daerah, tetapi juga, meskipun dalam skala yang lebih kecil, di tingkat kementerian/lembaga (K/L). Jumlah tenaga honorer saat ini diperkirakan mencapai 1,7 juta orang, menunjukkan skala masalah yang cukup besar dan memerlukan solusi komprehensif.
Salah satu kelemahan aturan sebelumnya, menurut MenPAN-RB, adalah kurangnya sanksi yang tegas bagi pelanggar. Hal ini mendorong praktik rekrutmen honorer ilegal yang terus berlanjut. Menanggapi hal tersebut, Komisi II DPR RI telah mendesak Kementerian PANRB untuk berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri guna menyiapkan dan menerapkan sanksi tegas bagi kepala daerah periode 2025-2030 yang terbukti melakukan rekrutmen honorer di luar ketentuan hukum yang berlaku. Sanksi ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah praktik serupa terulang di masa mendatang.
Kesimpulan rapat Komisi II DPR RI dengan tegas menyatakan perlunya larangan dan pemberian sanksi bagi kepala daerah yang melakukan pengangkatan tenaga non-ASN, baik melalui pos anggaran belanja pegawai maupun belanja barang dan jasa. Hal ini menunjukkan komitmen DPR untuk mendukung upaya pemerintah dalam penataan kepegawaian dan penegakan hukum dalam rekrutmen pegawai. Ketegasan dalam penegakan hukum ini sangat penting untuk menciptakan sistem kepegawaian yang lebih transparan, akuntabel, dan profesional, sekaligus mencegah terjadinya praktik korupsi dan penyimpangan lainnya.
Langkah koordinasi antara Kementerian PANRB dan Kementerian Dalam Negeri menjadi kunci keberhasilan penerapan sanksi tersebut. Kolaborasi antar kementerian ini akan memastikan efektivitas pengawasan dan penegakan hukum, sehingga peraturan mengenai rekrutmen pegawai dapat dijalankan dengan konsisten. Tanpa sanksi yang tegas, upaya penataan pegawai non-ASN akan tetap menghadapi hambatan yang signifikan dan berpotensi menghambat reformasi birokrasi di Indonesia.
Kesimpulan Rapat Komisi II DPR RI:
- Menuntut Kementerian PANRB dan Kementerian Dalam Negeri untuk berkoordinasi dalam memberikan sanksi tegas kepada kepala daerah yang melanggar aturan rekrutmen honorer.
- Menekankan pentingnya penegakan hukum yang konsisten untuk mencegah praktik rekrutmen honorer ilegal dan memastikan transparansi dalam pengelolaan kepegawaian.
Pemerintah diharapkan segera merumuskan dan menerapkan mekanisme sanksi yang jelas dan terukur, serta memastikan proses pengawasan yang efektif untuk mencegah terjadinya pelanggaran di masa mendatang. Upaya ini sangat krusial dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih, efektif, dan berintegritas.