Pengorbanan di Hari Raya: Kisah Para Pekerja Informal yang Memilih Mengais Rezeki Saat Lebaran
Idul Fitri, momen yang identik dengan kehangatan keluarga dan silaturahmi, menyimpan cerita berbeda bagi sebagian orang. Di tengah gegap gempita perayaan, ada mereka yang memilih untuk tetap bekerja, mengorbankan kebersamaan demi memenuhi kebutuhan hidup. Dua di antaranya adalah Madrafi, seorang pengemudi Bajaj, dan Parmin, seorang pengemudi ojek online (ojol), yang ditemui di Jakarta Pusat pada hari Lebaran.
Madrafi (42), yang biasa mangkal di sekitar Masjid Istiqlal, mengungkapkan alasannya tetap bekerja di hari raya. "Kasihan anak saya kalau nggak narik. Saya punya dua anak," ujarnya. Baginya, Lebaran bukan berarti libur dari tanggung jawab mencari nafkah. Justru, ia melihat peluang penghasilan yang lebih baik dibandingkan hari biasa. Hingga siang hari itu, Madrafi sudah berhasil mengantar lima penumpang. "Alhamdulillah, lumayan rezekinya," katanya.
Senada dengan Madrafi, Parmin (46), seorang pengemudi ojol, juga memilih untuk tetap bekerja. Ia berujar, "Buat orang di rumah. Daripada nganggur, mending narik." Baginya, bekerja di hari Lebaran adalah solusi untuk memastikan dapur tetap mengepul. Parmin mengaku sudah mulai menerima order sejak subuh dan telah menyelesaikan empat pesanan. Ia juga merasakan peningkatan pendapatan dibandingkan hari-hari biasa.
Namun, ada perbedaan dalam jenis order yang diterima Parmin saat Lebaran. "Lebaran ramainya makanan," ungkapnya. Ia lebih sering menerima pesanan makanan daripada mengantar penumpang. Hal ini menunjukkan perubahan pola konsumsi masyarakat saat Lebaran, di mana banyak yang memilih untuk memesan makanan daripada bepergian.
Kisah Madrafi dan Parmin adalah cerminan dari realitas yang dihadapi sebagian masyarakat Indonesia. Mereka adalah para pekerja informal yang mengandalkan penghasilan harian untuk bertahan hidup. Di hari Lebaran, mereka memilih untuk bekerja keras, mengorbankan kebersamaan dengan keluarga demi memberikan yang terbaik bagi orang-orang tercinta. Pengorbanan mereka adalah pengingat bahwa di balik kemeriahan perayaan, ada perjuangan yang tak terlihat.
Berikut rincian pengalaman mereka:
-
Madrafi (Pengemudi Bajaj):
- Usia: 42 tahun
- Alasan Bekerja: Menafkahi dua anak
- Lokasi Mangkal: Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat
- Penghasilan: Lebih baik dari hari biasa, sudah mengantar 5 penumpang hingga siang hari
-
Parmin (Pengemudi Ojek Online):
- Usia: 46 tahun
- Alasan Bekerja: Menambah penghasilan keluarga
- Waktu Mulai Bekerja: Setelah subuh
- Jumlah Pesanan: 4 pesanan
- Jenis Pesanan: Lebih banyak pesanan makanan
Kisah mereka mengajarkan tentang arti kerja keras, tanggung jawab, dan cinta keluarga. Di tengah hiruk pikuk Lebaran, mari kita hargai pengorbanan mereka dan para pekerja informal lainnya yang tetap bekerja demi kelangsungan hidup.