Konflik Pasca-Sanksi Adat, Puluhan Warga Nusa Penida Dievakuasi ke Klungkung

Puluhan warga Nusa Penida, Bali, terpaksa dievakuasi ke daratan Klungkung akibat konflik berkelanjutan pasca-sanksi adat atau kanorayang. Sebanyak 21 jiwa dari tujuh kepala keluarga (KK) asal Banjar Adat Sental Kangin, Desa Ped, Nusa Penida, kini berada di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Banjarangkan, Klungkung, sebagai tempat penampungan sementara.

Insiden ini bermula dari pelanggaran Catur Brata Penyepian saat Hari Raya Nyepi. Menurut Kapolsek Nusa Penida, Kompol Ida Bagus Putra Sumerta, ketegangan dipicu oleh aksi menyalakan lampu penerangan saat Nyepi, yang kemudian berlanjut pada aksi saling sindir dan adu mulut keesokan harinya. Situasi diperparah dengan aksi provokatif seorang pengendara motor di depan pos kamling, memicu sorakan dan ketersinggungan dari kelompok warga yang berkumpul. Bunyi kulkul, atau kentongan tradisional, semakin menambah panas suasana, menandakan potensi konflik yang lebih besar.

Evakuasi ini merupakan langkah preventif untuk menghindari eskalasi konflik yang lebih serius. Sebelumnya, kelompok warga ini sempat terlibat dalam sengketa lahan negara pada tahun 2022, yang berujung pada sanksi adat kanorayang. Sanksi ini merupakan bentuk hukuman sosial yang diberikan oleh desa adat di Bali kepada individu atau kelompok yang melanggar norma dan aturan adat yang berlaku. Meskipun insiden terbaru ini tidak secara langsung terkait dengan sengketa lahan sebelumnya, namun residu konflik lama diduga masih memicu ketegangan di antara kedua kelompok warga.

Bupati Klungkung, I Made Satria, menegaskan bahwa evakuasi ini bertujuan untuk mendinginkan suasana dan mencegah terjadinya bentrokan fisik. Ia berencana untuk melakukan mediasi dan pendekatan personal kepada warga yang dievakuasi, sembari meredam potensi konflik di desa asal. Satria meminta warga untuk sementara waktu tidak meninggalkan SKB, sembari pihaknya berupaya mencari solusi damai dan permanen.

Rangkaian kejadian:

  • Pelanggaran Nyepi: Warga menyalakan lampu saat Catur Brata Penyepian.
  • Provokasi: Pengendara motor memacu kendaraan di depan pos kamling.
  • Ketersinggungan: Sorakan dan adu mulut antar kelompok warga.
  • Bunyi Kulkul: Tanda bahaya dan potensi konflik.
  • Evakuasi: Pemindahan warga ke SKB Banjarangkan, Klungkung.

Ke depan, pemerintah daerah Klungkung akan berkoordinasi dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat Nusa Penida untuk mencari solusi komprehensif dan berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk menciptakan suasana kondusif dan harmonis di Banjar Adat Sental Kangin, serta mencegah terulangnya konflik serupa di masa mendatang. Selain itu, pembinaan dan sosialisasi terkait nilai-nilai adat dan pentingnya menjaga kerukunan antar warga akan terus diintensifkan.

Upaya Mediasi dan Pemulihan

Evakuasi ini hanyalah langkah awal. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana memediasi kedua belah pihak yang berseteru dan memulihkan kembali kerukunan sosial di Banjar Adat Sental Kangin. Pemerintah daerah Klungkung, bersama dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat, memiliki peran krusial dalam memfasilitasi dialog dan mencari solusi yang adil dan dapat diterima oleh semua pihak. Proses mediasi ini harus dilakukan secara hati-hati dan mempertimbangkan akar masalah yang mendasari konflik, termasuk potensi masalah ekonomi, sosial, dan budaya yang mungkin berkontribusi terhadap ketegangan.

Selain mediasi, program pemulihan sosial juga perlu dilakukan untuk membantu warga yang terdampak konflik. Program ini dapat berupa pelatihan keterampilan, bantuan modal usaha, atau kegiatan sosial yang melibatkan kedua belah pihak. Tujuannya adalah untuk membangun kembali kepercayaan dan solidaritas antar warga, serta menciptakan peluang ekonomi yang lebih baik bagi semua.

Pemerintah daerah Klungkung juga perlu meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di wilayah Nusa Penida, khususnya terkait dengan sengketa lahan dan pelanggaran adat. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya tindakan anarkis dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga.

Kasus evakuasi warga Nusa Penida ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Bahwa konflik sosial, sekecil apapun, dapat berdampak besar jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Pentingnya menjaga kerukunan antar warga, menghormati nilai-nilai adat, dan menyelesaikan masalah secara damai melalui dialog dan musyawarah, menjadi kunci untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan sejahtera.