Idul Fitri di Mandalay: Duka Mendalam di Tengah Puing Gempa Bumi
Mandalay Berduka: Salat Id di Tengah Puing Gempa Menggetarkan Hati
Mandalay, Myanmar – Suasana Idul Fitri tahun ini di Mandalay terasa sangat berbeda. Ratusan umat Muslim berkumpul di jalanan, bukan untuk merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa, melainkan untuk menunaikan salat Id di tengah duka mendalam akibat gempa bumi dahsyat yang mengguncang wilayah tersebut beberapa hari sebelumnya.
Salat Id yang seharusnya menjadi momen sukacita, berubah menjadi lautan air mata. Di luar reruntuhan dua masjid yang menewaskan sedikitnya 20 orang, jamaah memanjatkan doa bagi para korban. Isak tangis pecah saat imam memimpin doa, memohon kedamaian dan keselamatan bagi seluruh warga Myanmar.
"Semoga Allah memberi kita semua kedamaian. Semoga semua saudara terbebas dari bahaya," ucap sang imam dengan suara bergetar, menyentuh hati setiap jamaah yang hadir.
Tragedi Jumat Kelabu
Gempa bumi berkekuatan 7,7 magnitudo mengguncang Myanmar saat umat Muslim tengah melaksanakan salat Jumat. Menara Masjid Sajja Selatan di lingkungan Mawyagiwah runtuh, menewaskan 14 anak-anak dan dua orang dewasa. Tak jauh dari sana, empat orang lainnya meregang nyawa di Masjid Sajja Utara akibat runtuhnya menara yang sama.
Win Thiri Aung, salah seorang warga yang kehilangan banyak anggota keluarga dalam tragedi ini, tak kuasa menahan air mata. "Pada masa normal, Idul Fitri penuh dengan kegembiraan. Hati kami ringan. Tahun ini, kami tidak seperti itu. Semua pikiran kami tertuju pada anak-anak yang meninggal. Saya melihat wajah mereka di mata saya. Kami percaya jiwa anak-anak dan semua orang yang kami kenal yang meninggal telah mencapai Surga. Kami percaya mereka meninggal dengan bahagia," ujarnya.
Meski diliputi kesedihan, Win Thiri Aung mencoba untuk tegar. "Ini adalah ujian dari Allah. Ini adalah pengingat dari-Nya bahwa kita perlu menghadap kepada-Nya. Jadi, kami perlu lebih banyak berdoa," imbuhnya.
Harapan di Tengah Kehancuran
Di tengah gang menuju masjid, beberapa umat Muslim terlihat mengenakan pakaian baru, mencoba menghadirkan sedikit keceriaan di tengah suasana duka. Namun, pengurus masjid mengingatkan semua jamaah untuk tetap fokus berdoa bagi para korban gempa.
"Kami harus berdoa di jalan, merasakan kesedihan dan kehilangan. Situasinya sangat buruk sehingga sulit untuk mengungkapkan apa yang sedang terjadi," kata Aung Myint Hussein, Kepala Pengurus Masjid Sajja Utara.
Kehancuran akibat gempa bumi ini tidak merata. Beberapa bangunan rata dengan tanah, sementara area lain hanya mengalami kerusakan ringan. Di ujung jalan dari masjid, seorang warga menuturkan bahwa enam orang tewas saat sebuah toko makanan runtuh, dan dua orang lainnya tewas di sebuah restoran di seberang jalan.
Meski demikian, sebagian besar kota tampak aman. Lalu lintas kembali ramai dan beberapa restoran mulai buka. Kehidupan sehari-hari perlahan mulai kembali normal bagi sebagian orang.
Luka yang Tak Terlupakan
Sandar Aung, seorang warga lainnya, kehilangan putranya yang berusia 11 tahun akibat gempa bumi. Sang putra terluka parah saat salat Jumat dan meninggal di rumah sakit pada malam harinya. Sandar Aung mengaku sangat terpukul karena putranya begitu bersemangat menyambut Idul Fitri.
"Saya sangat sedih, anak saya sangat gembira menyambut Idul Fitri. Kami mendapat baju baru yang akan kami kenakan bersama. Kami menerima apa yang telah direncanakan Allah. Allah hanya melakukan apa yang baik dan apa yang benar dan kami harus menerimanya," ujar wanita berusia 37 tahun itu dengan suara lirih.
Gempa bumi di Myanmar telah menewaskan sedikitnya 1.700 orang. Tim penyelamat terus melakukan pencarian dan evakuasi, namun jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah. Idul Fitri di Mandalay tahun ini menjadi pengingat yang menyakitkan tentang betapa rapuhnya kehidupan dan betapa pentingnya untuk saling membantu dan menguatkan di saat-saat sulit.