Harmoni Idul Fitri di Bali: Toleransi Bersemi di Lapangan Lumintang
Harmoni Idul Fitri di Bali: Toleransi Bersemi di Lapangan Lumintang
Momen Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah di Denpasar, Bali, menjadi bukti nyata indahnya toleransi antarumat beragama di Pulau Dewata. Ribuan umat Islam dengan khusyuk melaksanakan salat Id di Lapangan Lumintang, Senin (31/3/2025), dalam suasana aman dan damai berkat penjagaan yang dilakukan oleh pecalang, petugas keamanan adat Bali, bersama aparat kepolisian.
Pemandangan toleransi ini tidak hanya mencerminkan kerukunan yang telah lama terjalin di Bali, tetapi juga menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia. Kehadiran pecalang yang turut menjaga keamanan jalannya ibadah salat Id adalah simbol persaudaraan dan saling menghormati antarumat beragama.
Salat Id Penuh Kedamaian
Sejak pagi hari, Lapangan Lumintang telah dipadati oleh ribuan jemaah yang datang dari berbagai penjuru Denpasar dan sekitarnya. Bahkan, beberapa jemaah mengaku baru pertama kali merasakan pengalaman salat Id di Bali. Suasana khidmat terasa begitu mendalam saat lantunan takbir berkumandang, mengiringi pelaksanaan salat Id yang dipimpin oleh imam.
Jojo Jeferson, seorang warga Jakarta Selatan yang baru setahun tinggal di Denpasar karena pekerjaan, mengaku sangat terkesan dengan suasana salat Id di Lapangan Lumintang. "Salat Id di sini begitu indah, sejuk, dan nyaman. Toleransi di Bali bagus, saling menaati aturan saja," ujarnya.
Kehadiran 15 pecalang yang berjaga di sekeliling lapangan memberikan rasa aman dan nyaman bagi para jemaah. Selain pecalang, sejumlah personel Brimob dan Ditlantas Polda Bali juga turut berjaga dan mengatur lalu lintas di sekitar lokasi.
Toleransi yang Mengakar Kuat
Toleransi antarumat beragama di Bali bukan hanya terjadi saat perayaan hari raya keagamaan, tetapi telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Fadel Laksono, seorang warga Denpasar yang lahir dan besar di Bali, menuturkan bahwa warga Hindu dan Muslim di lingkungannya hidup rukun dan saling membantu satu sama lain.
"Saya lahir dan besar di Denpasar, toleransi di sini sudah terbangun sejak lama dan kami sudah terbiasa. Kalau Idul Fitri, yang nonmuslim membantu. Kalau ada Nyepi, kami juga ikuti aturan tidak keluar rumah dan tidak membuat keributan," kata Fadel.
Pengalaman Ramadan yang bertepatan dengan Hari Raya Nyepi di Bali juga menjadi momen berharga bagi Jojo untuk meningkatkan kualitas diri sebagai seorang muslim. Ia merasa bahwa suasana toleransi di Bali memberikan kesempatan baginya untuk lebih fokus dalam beribadah dan merenungkan makna kehidupan.
Pesan Introspeksi Diri
Ketua Panitia Hari Besar Islam Lumintang, Abdul Choliq, menjelaskan bahwa tema salat Idul Fitri tahun ini adalah "Istafti Qalbak," yang berarti introspeksi diri. Ia berharap momen Idul Fitri dapat menjadi momentum bagi umat Islam untuk merenungkan perbuatan yang telah dilakukan dan memperbaiki diri menjadi lebih baik.
"Introspeksi diri. Sederhana, tapi belum tentu semua umat bisa," ujarnya.
Dengan kapasitas lapangan yang mampu menampung sekitar 10 ribu jemaah, pelaksanaan salat Id di Lapangan Lumintang tahun ini berjalan dengan lancar dan tertib. Kehadiran ribuan jemaah, penjagaan oleh pecalang dan aparat kepolisian, serta pesan introspeksi diri yang disampaikan, menjadikan momen Idul Fitri di Bali sebagai cerminan indahnya toleransi dan harmoni antarumat beragama.
Momen ini membuktikan bahwa perbedaan agama bukanlah penghalang untuk hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati. Semangat toleransi yang telah lama terjalin di Bali diharapkan dapat terus dijaga dan menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia, bahkan dunia.