Wajib Belajar 13 Tahun Terhambat: Empat Juta Anak Usia Dini Belum Mengakses PAUD
Wajib Belajar 13 Tahun Terhambat: Empat Juta Anak Usia Dini Belum Mengakses PAUD
Program Wajib Belajar 13 Tahun yang dicanangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghadapi tantangan signifikan dalam implementasinya. Data terbaru menunjukkan bahwa sekitar empat juta anak usia 1-6 tahun di Indonesia belum mendapatkan akses ke Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sebuah angka yang mengkhawatirkan mengingat pentingnya PAUD dalam perkembangan kognitif dan motorik anak. Hal ini menjadi hambatan serius bagi pencapaian tujuan program Wajib Belajar 13 Tahun, yang mengharuskan anak mengikuti PAUD minimal satu tahun sebelum memasuki pendidikan dasar.
Direktur Pendidikan Anak Usia Dini, Nia Nurhasanah, menekankan peran krusial PAUD dalam perkembangan anak. "PAUD bukan sekadar tempat bermain," ujar Nia dalam webinar baru-baru ini, "tetapi juga wadah bagi anak untuk belajar berinteraksi, berkomunikasi, mengenal lingkungan, dan mengembangkan keterampilan motorik dan kognitif." Ia menambahkan bahwa usia 1-6 tahun merupakan periode emas untuk memaksimalkan perkembangan tersebut. Namun, rendahnya angka partisipasi anak dalam PAUD menunjukkan adanya kesenjangan yang perlu segera diatasi.
Widyaprada Ahli Utama Direktorat PAUD, Ir. Harris Iskandar, PhD, memaparkan beberapa faktor penyebab rendahnya angka partisipasi ini. Ia menyebutkan bahwa distribusi layanan PAUD di Indonesia masih belum merata. Lebih dari 23 ribu desa belum memiliki layanan PAUD, dan 44 kabupaten/kota memiliki proporsi desa dengan layanan PAUD kurang dari 40%. Hal ini mengakibatkan partisipasi anak Indonesia dalam PAUD hanya mencapai 10,89%. Distribusi anak yang mengikuti PAUD juga tidak merata, dengan 48,20% di Taman Kanak-Kanak (TK), 40,86% di Kelompok Bermain (KB), 9,72% di Satuan PAUD Sejenis (SPS), dan 1,22% di Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA).
Selain masalah akses, kualitas layanan PAUD juga menjadi perhatian. Data Dapodik menunjukkan bahwa masih banyak Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) PAUD yang belum memenuhi kualifikasi pendidikan S1 atau D4. Lebih lanjut, 37% satuan PAUD belum memiliki akreditasi A atau B, dan 25% belum terakreditasi sama sekali. Kesenjangan kualitas ini berdampak langsung pada mutu pendidikan yang diterima anak.
Pemerintah telah berupaya mengatasi kendala ini melalui berbagai program, antara lain:
- Satu Desa Satu PAUD: Membangun lembaga PAUD di seluruh desa, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
- Bantuan Operasional PAUD (BOP PAUD): Memberikan dana hibah kepada lembaga PAUD untuk biaya operasional, termasuk untuk anak dari keluarga miskin.
- PAUD Inklusif: Menyediakan layanan PAUD bagi anak berkebutuhan khusus, termasuk program PAUD Layanan Khusus di 1.200 lembaga.
- Pelatihan guru PAUD: Meningkatkan kompetensi dan kapasitas guru PAUD.
- Kolaborasi dengan UNICEF: Proyek peningkatan kualitas guru dan manajemen PAUD di daerah marginal.
- Program PAUD Holistik Integratif: Memenuhi kebutuhan anak secara simultan, sistematis, dan terintegrasi, serta kerja sama dengan Kemenkes dan Kemensos.
Meskipun upaya-upaya tersebut telah dilakukan, masih diperlukan strategi yang lebih komprehensif dan terintegrasi untuk memastikan semua anak Indonesia, terutama dari keluarga kurang mampu dan di daerah terpencil, dapat mengakses PAUD berkualitas. Keberhasilan program Wajib Belajar 13 Tahun sangat bergantung pada penyelesaian tantangan ini, demi masa depan generasi bangsa.