Evaluasi Tata Ruang dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan: Langkah Gubernur Jabar Atasi Bencana Banjir di Jabodetabek
Evaluasi Tata Ruang dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan: Langkah Gubernur Jabar Atasi Bencana Banjir di Jabodetabek
Banjir besar yang melanda Bekasi, Bogor, dan Karawang beberapa waktu lalu telah mengakibatkan kerugian signifikan, baik materiil maupun non-materiil. Ribuan warga terdampak, infrastruktur terganggu, dan bahkan ada korban jiwa. Menanggapi bencana ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengangkat pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap tata ruang dan pengendalian alih fungsi lahan sebagai solusi jangka panjang. Beliau menegaskan bahwa pembangunan yang tidak terkendali dan mengabaikan aspek lingkungan hidup merupakan faktor utama penyebab bencana ini.
Dalam keterangannya usai menghadiri acara groundbreaking perumahan ASN Polri di Karawang pada Selasa (4/3/2025), Dedi Mulyadi menyatakan keprihatinannya atas dampak pembangunan yang tidak berkelanjutan. Menurutnya, 'nafsu membangun' yang tidak terkendali telah mengabaikan aspek lingkungan dan menyebabkan bencana banjir yang merugikan masyarakat. Beliau menekankan perlunya evaluasi diri dan perubahan paradigma dalam pendekatan pembangunan di Jawa Barat.
Sebagai langkah konkret, Gubernur Dedi Mulyadi berinisiatif untuk melakukan rapat koordinasi dengan para bupati dan wali kota se-Jawa Barat, bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Rapat yang dijadwalkan pada Selasa pekan berikutnya ini bertujuan untuk meninjau ulang kebijakan tata ruang yang ada. Tujuan utama adalah untuk memastikan agar kebijakan pembangunan ke depan lebih ramah lingkungan dan mencegah terjadinya bencana serupa di masa mendatang. Evaluasi ini akan mencakup aspek perencanaan pembangunan, penggunaan lahan, dan sistem drainase yang efektif.
Selain itu, Gubernur Dedi Mulyadi juga menyoroti permasalahan alih fungsi lahan, khususnya di daerah hulu seperti kawasan Puncak. Beliau mendesak agar perusahaan perkebunan negara menghentikan praktik alih fungsi lahan di wilayah tersebut, mengingat hal tersebut berkontribusi signifikan terhadap peningkatan volume air yang mengalir ke wilayah hilir dan menyebabkan banjir. Penghentian alih fungsi lahan ini menjadi bagian penting dari strategi pengendalian banjir di jangka panjang.
Data yang diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat menunjukkan dampak besar banjir di Bekasi, dengan sekitar 52.000 jiwa terdampak dan enam jalan utama tergenang. Bahkan, kantor Wali Kota Bekasi turut terendam banjir. Di Karawang, banjir akibat luapan Sungai Cibeet telah mengakibatkan satu korban jiwa dan akses jalan terputus. Sementara di Bogor, curah hujan ekstrem yang dilaporkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjadi pemicu banjir dan longsor.
Kesimpulannya, upaya Gubernur Dedi Mulyadi dalam mengatasi masalah banjir ini menekankan pada pencegahan dengan cara memperbaiki tata ruang dan menghentikan alih fungsi lahan. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat mengurangi risiko bencana banjir di masa yang akan datang dan menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan di Jawa Barat. Kerjasama antar pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan berbagai pihak terkait sangat krusial dalam merealisasikan rencana ini dan memastikan keberhasilannya.