Pernyataan Trump Soal Lesotho dan Implikasinya terhadap Bantuan Luar Negeri AS
Pernyataan Trump Soal Lesotho dan Implikasinya terhadap Bantuan Luar Negeri AS
Pada pidato kenegaraannya di hadapan Kongres pada 4 Maret 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyinggung Lesotho, sebuah negara kecil di Afrika Selatan, dalam konteks pemotongan dana bantuan luar negeri. Pernyataan Trump yang meremehkan Lesotho sebagai "negara kecil yang tak pernah didengar orang", sementara mengkritik alokasi dana bantuan untuk promosi hak-hak LGBTQI+, telah memicu kontroversi dan sorotan terhadap kebijakan luar negeri pemerintahannya. Reaksi beragam terlihat di Kongres, dengan sejumlah anggota parlemen dari Partai Republik tertawa menanggapi pernyataan tersebut, sementara Wakil Presiden dan Ketua DPR menunjukkan reaksi yang lebih terukur.
Pernyataan kontroversial Trump ini terlepas dari bantuan signifikan yang telah diberikan AS kepada Lesotho selama bertahun-tahun, khususnya dalam mengatasi epidemi HIV/AIDS yang parah di negara tersebut. Sejak tahun 2006, Kedutaan Besar AS di Lesotho mencatat penyaluran dana lebih dari 630 juta dolar AS (sekitar Rp 10,28 triliun) untuk program-program penanggulangan HIV/AIDS, termasuk penyediaan obat-obatan dan dukungan sosial, serta sosialisasi untuk mengurangi stigma sosial terhadap kelompok minoritas seksual. Komitmen AS juga terlihat dalam kesepakatan senilai 300 juta dolar AS (sekitar Rp 4,89 triliun) tahun lalu melalui Millennium Challenge Corporation, yang difokuskan pada program kesehatan dan peningkatan produksi pertanian. Kesepakatan ini mencerminkan komitmen untuk negara berkembang yang memenuhi standar tata kelola dan demokrasi yang baik.
Namun, kebijakan pemotongan bantuan luar negeri AS yang dilakukan Trump selama masa jabatan keduanya, dengan pemangkasan lebih dari 90 persen anggaran, berkontradiksi dengan investasi jangka panjang yang telah dilakukan di Lesotho. Trump berargumen bahwa dana tersebut lebih baik dialokasikan untuk kepentingan domestik, termasuk pemotongan pajak. Lebih lanjut, kebijakan ini juga meliputi pembubaran Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) – yang sebelumnya menjadi pilar utama bantuan luar negeri AS – dengan Elon Musk ditunjuk sebagai Ketua Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE). Langkah-langkah ini memperkuat persepsi bahwa pemerintahan Trump cenderung mengutamakan kepentingan dalam negeri dan menunjukkan minat yang minim terhadap Afrika, yang terlihat pula dalam pernyataan-pernyataan kontroversial sebelumnya mengenai imigran dari benua tersebut.
Kontroversi seputar Lesotho menggarisbawahi kompleksitas hubungan AS dengan negara-negara berkembang dan perdebatan mengenai prioritas dalam kebijakan luar negeri. Pernyataan Trump bukan hanya sekadar kritik terhadap program bantuan, tetapi juga merefleksikan pendekatan yang lebih sempit dan nasionalis dalam pengelolaan hubungan internasional, meninggalkan pertanyaan tentang dampak jangka panjang pemotongan bantuan terhadap upaya pembangunan dan kesehatan masyarakat di Lesotho dan negara-negara lain yang menerima bantuan AS.
Implikasi Kebijakan: * Pengurangan signifikan bantuan untuk kesehatan dan pembangunan di Lesotho. * Potensi peningkatan angka infeksi HIV/AIDS di Lesotho akibat kurangnya akses terhadap pengobatan dan perawatan. * Keraguan terhadap komitmen AS terhadap pembangunan global dan kesehatan masyarakat internasional. * Perdebatan politik mengenai prioritas anggaran antara kepentingan domestik dan bantuan luar negeri. * Pengaruh kebijakan terhadap hubungan AS dengan negara-negara Afrika dan negara berkembang lainnya.