Kemarahan Wamenaker Mencuat Terkait 'THR' Rp50 Ribu untuk Pengemudi Ojek Online: Aplikator Diduga Serakah

Kemarahan Wamenaker Mencuat Terkait 'THR' Rp50 Ribu untuk Pengemudi Ojek Online: Aplikator Diduga Serakah

Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer, yang akrab disapa Noel, menunjukkan kekecewaannya terhadap praktik pemberian Bonus Hari Raya (BHR) atau yang lebih dikenal dengan Tunjangan Hari Raya (THR) yang dinilai tidak pantas bagi para pengemudi ojek online (ojol). Kemarahan ini dipicu oleh laporan mengenai nominal BHR yang sangat rendah, yaitu sekitar Rp50.000, yang diterima oleh para mitra pengemudi dari perusahaan aplikasi.

"Terus terang, saya sangat geram dengan masalah BHR ini. Menurut saya, aplikator ini terlalu serakah," ungkap Noel dengan nada tinggi usai menghadiri acara open house di kediaman Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Roeslani, di Jakarta, Selasa (1/4/2025). Pernyataan ini merupakan respons langsung terhadap sorotan publik mengenai besaran BHR yang diterima oleh pengemudi ojol, yang dianggap tidak sebanding dengan kontribusi mereka.

Wamenaker memastikan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan segera memanggil pihak aplikator untuk meminta klarifikasi dan pertanggungjawaban terkait polemik ini. Meskipun demikian, ia belum memberikan detail mengenai jadwal pemanggilan tersebut.

"Kami akan panggil para aplikator yang terindikasi melakukan praktik yang merugikan para pengemudi ojol," tegasnya.

Sebelumnya, sejumlah pengemudi ojol dan asosiasi terkait telah menyampaikan keluhan mengenai besaran BHR yang mereka terima. Mereka berharap, sesuai dengan harapan yang disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto, nominal BHR yang diterima dapat lebih besar dan proporsional.

Ketua Umum asosiasi ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, mengungkapkan bahwa sebagian besar pengemudi ojol hanya menerima BHR sebesar Rp50.000. Hal ini sangat mengecewakan, terutama bagi mereka yang telah menjadi mitra pengemudi di satu platform aplikasi selama lebih dari 5 tahun.

"Kami mengecam keras praktik yang dilakukan oleh aplikator yang kami anggap telah melakukan manipulasi dan pembohongan terhadap Presiden RI, Kementerian Ketenagakerjaan, dan seluruh pengemudi ojol di Indonesia. Tindakan ini hanya dilakukan demi menjaga citra baik di mata Presiden RI," ujar Igun dengan nada geram.

Dampak dan Harapan ke Depan

Persoalan BHR bagi pengemudi ojol ini menjadi sorotan tajam karena menyentuh aspek keadilan dan kesejahteraan para pekerja informal. Mereka berharap agar pemerintah dan pihak aplikator dapat memberikan perhatian lebih terhadap hak-hak mereka sebagai mitra kerja. Tuntutan ini mencakup:

  • Kenaikan Nominal BHR: Para pengemudi ojol berharap agar nominal BHR yang mereka terima dapat disesuaikan dengan masa kerja dan kontribusi mereka terhadap perusahaan aplikasi.
  • Transparansi Perhitungan BHR: Mereka juga menuntut adanya transparansi dalam perhitungan BHR agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
  • Perlindungan Hukum: Para pengemudi ojol berharap agar pemerintah dapat memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat terhadap hak-hak mereka sebagai pekerja informal.

Kasus ini menjadi momentum penting untuk meninjau kembali regulasi terkait hubungan kerja antara perusahaan aplikasi dan mitra pengemudi ojol. Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk menciptakan ekosistem kerja yang lebih adil dan sejahtera bagi para pengemudi ojol.

Tanggapan Aplikator

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak aplikator terkait dengan tudingan dan keluhan yang dilayangkan oleh Wamenaker dan asosiasi pengemudi ojol. Namun, diharapkan pihak aplikator dapat segera memberikan klarifikasi dan solusi yang konstruktif untuk menyelesaikan masalah ini.