Ambisi AS Kuasai Nikel Laut Dalam: Strategi Jitu Menantang Dominasi China dan Dampaknya Bagi Indonesia

Manuver AS di Laut Dalam: Mengejar Nikel dan Menantang Hegemoni China

Washington D.C. – Pemerintah Amerika Serikat (AS) dikabarkan tengah mempertimbangkan langkah berani untuk terjun ke pertambangan laut dalam. Inisiatif ini diwujudkan melalui executive order yang bertujuan mempercepat eksplorasi mineral-mineral strategis seperti nikel, tembaga, dan mineral kritis lainnya di perairan internasional. Langkah ini bukan sekadar memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga sebuah strategi geopolitik untuk menantang dominasi China dalam rantai pasok mineral global.

Menurut sumber terpercaya yang dilansir Reuters, gagasan ini muncul di tengah kekhawatiran AS terhadap kontrol Beijing atas produksi dan pengolahan mineral-mineral penting. Dominasi ini dianggap mengancam keamanan nasional AS, terutama setelah China mulai membatasi ekspor mineral kritis yang dibutuhkan untuk keperluan militer.

Menghindari Jeratan ISA dan Mencari Jalan Pintas

Pertambangan laut dalam secara internasional berada di bawah pengawasan International Seabed Authority (ISA), sebuah badan yang dibentuk berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Namun, AS belum meratifikasi UNCLOS, sehingga tidak terikat secara hukum dengan ketentuan ISA. Selain itu, negosiasi standar keamanan pertambangan yang telah berlangsung bertahun-tahun di bawah naungan ISA belum mencapai titik temu.

Menyadari hal ini, AS tampaknya mencari jalan pintas dengan mencoba memanfaatkan celah hukum yang ada. Executive order yang tengah dibahas mengindikasikan bahwa AS berupaya melakukan pertambangan di perairan internasional dengan izin dari Department of Commerce dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), alih-alih melalui mekanisme perizinan ISA.

Kontroversi dan Dampak Lingkungan

Upaya AS untuk melakukan pertambangan laut dalam ini tentu menuai kontroversi. Industri pertambangan mengklaim bahwa dampak lingkungan dari kegiatan ini akan lebih kecil dibandingkan pertambangan di darat. Namun, para aktivis lingkungan dengan tegas menentang klaim tersebut. Mereka berpendapat bahwa pertambangan laut dalam berpotensi menimbulkan kerusakan ekologis yang signifikan bagi kehidupan laut, dan hingga saat ini belum ada kajian komprehensif mengenai potensi dampaknya.

Implikasi Global dan Tantangan Bagi Indonesia

Selain AS, beberapa negara lain seperti Cook Islands, Norwegia, dan Jepang juga menunjukkan minat terhadap eksplorasi tambang laut dalam. ISA sendiri telah menggelar pertemuan untuk membahas rancangan peraturan pertambangan laut dalam, namun belum mencapai kesepakatan.

Jika AS berhasil merealisasikan ambisinya, hal ini akan menimbulkan tantangan baru bagi Indonesia, terutama dalam upaya hilirisasi nikel. Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia tengah berupaya mengembangkan industri pengolahan nikel dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah. Namun, kehadiran pemain baru seperti AS di pasar nikel global dapat mengubah peta persaingan dan mempengaruhi strategi hilirisasi Indonesia.

Daftar Negara yang Berminat Eksplorasi Tambang Laut Dalam:

  • Cook Islands
  • Norwegia
  • Jepang

Pertemuan ISA:

  • 36 negara anggota ISA bertemu awal Februari 2025
  • Membahas usulan perubahan pada draft aturan pertambangan laut dalam setebal 256 halaman
  • Pertemuan berakhir tanpa kesepakatan

Langkah AS ini menjadi babak baru dalam perebutan sumber daya mineral di laut dalam. Implikasinya tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga geopolitik dan lingkungan. Dunia akan menanti bagaimana langkah ini akan berlanjut dan bagaimana dampaknya terhadap tatanan global.