Keseimbangan Kekuatan di Ranah Digital: Supremasi Sipil dan Pertahanan Siber Nasional

Menjaga Kedaulatan Digital: Kolaborasi Sipil-Militer dalam Ruang Siber

Era digital telah mengubah ruang siber menjadi medan pertempuran baru, di mana keamanan data dan informasi menjadi krusial bagi stabilitas politik, ekonomi, dan kedaulatan suatu negara. Dalam konteks ini, peran aktor sipil dan militer dalam menjaga ruang siber nasional menjadi semakin penting, namun harus dilakukan dengan pemahaman yang jelas mengenai batasan kewenangan masing-masing.

Pernyataan Juru Bicara Kementerian Pertahanan mengenai peran TNI di ruang siber, menekankan bahwa operasi informasi dan disinformasi akan dilakukan untuk menanggulangi ancaman terhadap kedaulatan negara, terutama dari pihak-pihak yang berupaya melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi pertahanan dan pemerintah. Hal ini memicu perdebatan mengenai pemisahan peran antara keamanan siber (cybersecurity) dan pertahanan siber (cyber defense) di Indonesia.

Cybersecurity vs. Cyber Defense: Dua Domain yang Berbeda

Konsep pemisahan sipil-militer, yang menekankan pentingnya supremasi sipil, relevan dalam konteks keamanan dan pertahanan siber nasional. Cybersecurity berfokus pada perlindungan sistem informasi sipil dari ancaman non-strategis, seperti peretasan, ransomware, dan manipulasi data. Sementara itu, cyber defense menghadapi ancaman berskala besar yang dapat melumpuhkan infrastruktur kritis nasional dan mengguncang stabilitas negara.

  • Cybersecurity: Tindakan defensif dan ofensif untuk melindungi sistem informasi digital dan aset kritis nasional.
  • Cyber Defense: Pencegahan, deteksi, dan respons cepat terhadap ancaman untuk melindungi infrastruktur kritis.

Operasi informasi di ruang siber, dalam konteks pertahanan siber nasional, bertujuan untuk melawan propaganda asing, menghalau disinformasi, dan melindungi kepentingan strategis negara. Namun, operasi informasi yang ditargetkan pada masyarakat sipil atau bertujuan memengaruhi opini publik di dalam negeri berpotensi melemahkan supremasi sipil dan membahayakan demokrasi.

Supremasi Sipil, Transparansi Informasi, dan Pengawasan Demokratis

Supremasi sipil memastikan bahwa pengelolaan informasi publik berada di bawah kendali sipil, memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Dalam konteks demokrasi digital, supremasi sipil berfungsi sebagai benteng utama untuk mencegah dominasi aktor militer dalam ranah informasi domestik, memastikan bahwa pengendalian informasi tetap berada di tangan otoritas sipil yang transparan dan akuntabel.

Transparansi informasi dan pengawasan demokratis juga memegang peran penting dalam menjaga stabilitas ruang siber. Pengelolaan informasi yang dilakukan secara terbuka dan transparan akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara, mengurangi potensi manipulasi informasi, dan mencegah disinformasi yang dapat mengganggu stabilitas politik dan sosial. Pengawasan ketat oleh otoritas sipil diperlukan untuk memastikan bahwa operasi informasi yang menyasar opini publik tetap berada dalam koridor hukum dan tidak disalahgunakan.

Regulasi dan Batasan Kewenangan

Untuk memperjelas batasan kewenangan, penting untuk merujuk pada regulasi yang mengatur keamanan siber dan pertahanan siber di Indonesia.

  • Cybersecurity diatur melalui UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang kemudian direvisi melalui UU No. 19 Tahun 2016, serta Perpres No. 53 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), yang memberikan mandat kepada BSSN untuk mengawasi keamanan siber di sektor sipil.
  • Cyber Defense diatur melalui UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang mengatur Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan memungkinkan institusi pertahanan untuk berperan dalam menghadapi ancaman non-militer, termasuk ancaman siber yang bersifat strategis.

Pemisahan regulasi ini memastikan bahwa cybersecurity tetap berada di ranah sipil dengan pengawasan oleh BSSN dan Kominfo, sementara cyber defense menjadi bagian dari pertahanan negara di bawah kewenangan Kementerian Pertahanan dan TNI.

Menjaga Keseimbangan di Era Digital

Dalam menjaga kedaulatan digital nasional, kolaborasi antara aktor sipil dan militer harus berjalan seimbang dan harmonis. Kementerian Pertahanan dan institusi strategis perlu fokus pada pertahanan siber strategis untuk menghadapi ancaman eksternal, sementara BSSN dan Kominfo harus tetap memegang kendali keamanan siber nasional dan pengelolaan informasi publik dalam negeri.

Dengan menjaga batas kewenangan ini, Indonesia dapat memperkuat kedaulatan digital tanpa mengorbankan prinsip supremasi sipil dan demokrasi. Kedaulatan digital hanya dapat terwujud jika ada keseimbangan antara pertahanan siber yang dikelola militer dan keamanan siber yang dikendalikan oleh otoritas sipil.

Menjaga ruang siber dalam konteks demokrasi digital berarti menjaga keseimbangan antara keamanan siber sipil dan pertahanan siber strategis. Indonesia harus memastikan bahwa operasi informasi di ruang siber dikelola dengan hati-hati dan transparan, di bawah pengawasan yang akuntabel dan sesuai dengan konstitusi.