Penyalahgunaan Ambulans: Sanksi Putar Balik Dinilai Cukupkah?

Polemik Ambulans Angkut Wisatawan: Tinjauan Hukum dan Etika

Kasus viral mengenai ambulans yang dihentikan polisi karena mengangkut wisatawan saat libur Lebaran 2025 memicu perdebatan sengit di tengah masyarakat. Video yang beredar luas di media sosial memperlihatkan petugas kepolisian menghentikan ambulans yang mencurigakan karena menggunakan sirine dan mengambil jalur kanan, yang seharusnya diperuntukkan bagi kondisi darurat.

Reaksi publik terhadap sanksi yang diberikan, yaitu hanya berupa perintah putar balik, beragam. Banyak yang merasa hukuman tersebut terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera. Namun, pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, berpendapat bahwa tindakan kepolisian tersebut sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Diskresi Polisi dan Penegakan Hukum

Budiyanto menjelaskan bahwa kepolisian memiliki diskresi dalam penegakan hukum, yang diatur dalam Undang-Undang Kepolisian. Diskresi ini memungkinkan petugas untuk mengambil tindakan berdasarkan penilaian sendiri demi kepentingan umum, tentunya dengan tetap mempertimbangkan aspek hukum.

"Kepolisan yang hanya memutar balikan kendaraan tersebut, tidak menyalahi UU karena pada prinsipnya penegakan hukum terhadap pelanggaran lalin dapat dilakukan dengan cara represif yustisial/tilang atau dengan cara represif non yustisial/tegoran/dengan penekanan sanksi sosial," Ujar Budiyanto.

Dalam kasus ini, polisi mungkin mempertimbangkan faktor-faktor tertentu sebelum memutuskan untuk tidak memberikan sanksi yang lebih berat. Meskipun demikian, Budiyanto menegaskan bahwa alasan pengemudi ambulans yang menggunakan kendaraan tersebut untuk kepentingan pribadi, seperti menjenguk saudara, tidak dapat dibenarkan.

Pelanggaran Hukum dan Sanksi

Penggunaan ambulans yang tidak sesuai dengan fungsinya merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Pasal 287 Ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 mengatur tentang penggunaan lampu isyarat dan sirene bagi kendaraan yang memiliki hak utama. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250.000. Selain itu, kendaraan yang bersangkutan juga dapat disita sementara.

Etika Penggunaan Ambulans

Lebih dari sekadar pelanggaran hukum, kasus ini juga menyoroti masalah etika dalam penggunaan ambulans. Ambulans seharusnya digunakan untuk kondisi darurat dan menyelamatkan nyawa. Penyalahgunaan ambulans untuk kepentingan pribadi tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat membahayakan orang lain yang membutuhkan pertolongan medis segera.

Pertimbangan Lebih Lanjut

Kasus ambulans yang mengangkut wisatawan ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya mematuhi peraturan lalu lintas dan menggunakan fasilitas publik dengan bijak. Aparat penegak hukum diharapkan dapat bertindak tegas terhadap pelanggaran serupa di masa mendatang, tanpa mengesampingkan pertimbangan hukum dan etika yang berlaku.