Kasus Kekerasan Oknum TNI: Pengamat Soroti Perlunya Evaluasi SOP TNI yang Komprehensif dan Berkeadilan

Kasus Kekerasan Oknum TNI: Pengamat Soroti Perlunya Evaluasi SOP TNI yang Komprehensif dan Berkeadilan

Jakarta, [Tanggal Hari Ini] - Maraknya kasus kekerasan yang melibatkan oknum prajurit TNI kembali menjadi sorotan publik. Komisi I DPR mengusulkan evaluasi Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait izin keluar barak sebagai langkah preventif. Namun, pengamat militer Khairul Fahmi berpendapat bahwa solusi tersebut tidak menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya.

Fahmi menegaskan bahwa keberadaan prajurit di luar barak bukanlah sumber masalah. Menurutnya, prajurit TNI adalah bagian dari masyarakat yang memiliki hak untuk berinteraksi sosial, memiliki keluarga, dan membutuhkan rekreasi. Pembatasan aktivitas di luar barak justru dapat kontraproduktif dan tidak relevan dengan realitas kehidupan prajurit.

"Tidak semua prajurit tinggal di dalam kompleks militer. Banyak dari mereka yang bertugas di satuan teritorial TNI AD maupun di pangkalan TNI AL dan TNI AU berdomisili di luar kesatrian bersama masyarakat sipil," ujarnya.

Lebih lanjut, Fahmi menjelaskan bahwa regulasi mengenai izin keluar-masuk barak sebenarnya telah diatur secara rinci dalam Peraturan Urusan Dinas Dalam (PUDD) masing-masing matra TNI. PUDD mengatur berbagai aspek, mulai dari tata cara perizinan, pengawasan, tanggung jawab perwira jaga, hingga sanksi bagi pelanggar. Permasalahan utama, menurut Fahmi, terletak pada implementasi aturan tersebut.

"Apakah aturan dalam PUDD itu dijalankan secara konsisten? Apakah pengawasan dari atasan efektif? Dan yang terpenting, apakah pembinaan karakter prajurit benar-benar menyentuh aspek mental, etika, dan tanggung jawab sosial mereka?" tanyanya retoris.

Fahmi menekankan bahwa evaluasi SOP seharusnya tidak berfokus pada pembatasan mobilitas prajurit secara represif. Sebaliknya, ia mendorong penguatan fungsi pengawasan, pembinaan karakter, serta penegakan tanggung jawab dalam rantai komando. Evaluasi harus dilakukan secara adil, berbasis data, dan tidak menimbulkan stigma negatif terhadap seluruh prajurit.

"Mayoritas prajurit TNI tidak melanggar hukum, apalagi melakukan kekerasan terhadap warga. Generalisasi justru berbahaya dan kontraproduktif terhadap moral pasukan," tegasnya.

Fahmi juga menyoroti pentingnya penegakan disiplin dan etika prajurit di manapun mereka berada. Evaluasi SOP harus ditempatkan dalam kerangka memperkuat profesionalisme prajurit, bukan sekadar pembatasan yang berisiko melemahkan kohesi dan semangat korps.

Usulan evaluasi SOP ini mencuat setelah terjadinya kasus kematian jurnalis perempuan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, yang diduga dilakukan oleh oknum prajurit TNI AL. Anggota Komisi I DPR, Syamsu Rizal, mengusulkan agar aturan mengenai keberadaan prajurit TNI di luar barak ditinjau ulang untuk meningkatkan pengawasan dan mencegah pelanggaran.

Berikut poin penting yang diutarakan oleh Syamsu Rizal:

  • Penataan Ulang SOP Keluar Barak: Meninjau dan menyusun ulang SOP keluar barak untuk meningkatkan pengawasan terhadap prajurit yang beraktivitas di luar markas.
  • Peningkatan Kemampuan Adaptasi Sipil: Meningkatkan kemampuan prajurit dalam beradaptasi dengan lingkungan sipil, membedakan peran profesional sebagai prajurit dan peran sebagai anggota masyarakat.
  • Pemahaman Batasan Peran: Memastikan prajurit memahami batasan-batasan peran mereka dalam lingkungan sipil, sehingga tidak mencampuradukkan peran profesional dan personal.

Fahmi sepakat bahwa peningkatan adaptasi prajurit terhadap lingkungan sipil sangat penting. Namun, ia kembali menegaskan bahwa evaluasi SOP harus dilakukan secara komprehensif dan berkeadilan, dengan fokus pada penguatan pengawasan, pembinaan karakter, dan penegakan disiplin.

Dengan evaluasi yang tepat dan berkeadilan, diharapkan kasus kekerasan yang melibatkan oknum prajurit TNI dapat diminimalisir, serta citra TNI sebagai institusi yang profesional dan dekat dengan rakyat dapat terus terjaga.