Eskalasi Perdagangan: Tiongkok Bersiap Menghadapi Kebijakan 'Hari Pembebasan' Trump dengan Serangan Balik
Tiongkok Siaga Hadapi Potensi Gelombang Tarif Baru AS di Bawah Kebijakan 'Hari Pembebasan'
Beijing meningkatkan kesiapsiagaan ekonomi dan diplomatik sebagai respons terhadap ancaman kebijakan 'Hari Pembebasan' yang digagas Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kebijakan ini diyakini akan memperkenalkan serangkaian tarif impor baru yang berpotensi meluas ke berbagai negara, termasuk Tiongkok yang telah merasakan dampak dari kebijakan tarif sebelumnya.
Menurut laporan CNN, inisiatif 'Hari Pembebasan' dipandang Trump sebagai instrumen untuk mencapai beberapa tujuan strategis:
- Penanggulangan Fentanil dan Migrasi Ilegal: Trump menghubungkan tarif dengan upaya menekan masuknya fentanil dan mengatasi isu migrasi ilegal ke AS, mengacu pada tarif 20% yang telah diberlakukan pada impor Tiongkok dan ancaman tarif serupa terhadap Kanada dan Meksiko.
- Keseimbangan Perdagangan: Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan 'level playing field' dengan mitra dagang, di mana Trump berpendapat bahwa AS saat ini dirugikan oleh tarif yang lebih tinggi yang dikenakan pada produk-produk Amerika.
- Peningkatan Pendapatan Pemerintah: Penerapan tarif diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara.
- Penguatan Manufaktur Dalam Negeri: Trump berambisi untuk menghidupkan kembali sektor manufaktur AS melalui kebijakan tarif.
Trump menuduh bahwa Amerika Serikat menjadi korban 'pemerasan' oleh negara-negara yang memberlakukan tarif lebih tinggi pada produk AS atau mengalami surplus perdagangan dengan AS. Analisis yang dilakukan oleh Morgan Stanley mengindikasikan bahwa negara-negara berkembang, khususnya India, Brasil, Vietnam, dan beberapa negara di Asia Tenggara dan Afrika, akan menjadi pihak yang paling terpukul oleh kebijakan ini. Hasil analisis mereka menunjukkan bahwa Brasil, Indonesia, India, Thailand, dan Vietnam memiliki proporsi produk dengan perbedaan tarif signifikan (di atas 5%) dibandingkan tarif yang dikenakan AS.
Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, menyampaikan tanggapan keras terhadap rencana tersebut, menegaskan bahwa Beijing siap mengambil tindakan balasan jika AS melanjutkan tindakan yang dianggap sebagai 'pemerasan'. Dalam wawancaranya dengan media Rusia, RT, Wang Yi menekankan bahwa prinsip 'America First' seharusnya tidak diterjemahkan sebagai intimidasi atau upaya untuk memajukan kepentingan AS dengan mengorbankan hak-hak dan kepentingan negara lain yang sah.
Wang Yi menolak justifikasi Trump terkait isu fentanil sebagai alasan untuk mengenakan tarif tinggi pada barang-barang Tiongkok. Ia menegaskan bahwa Tiongkok akan dengan tegas melawan kebijakan AS yang merugikan dan menekankan bahwa saling menghormati adalah fondasi utama hubungan antarnegara. Pernyataan Wang Yi mencerminkan kekhawatiran mendalam di Beijing bahwa kebijakan 'Hari Pembebasan' dapat memperburuk hubungan perdagangan yang sudah tegang dan memicu perang tarif yang lebih luas.
"Jika Amerika Serikat terus memberikan tekanan atau bahkan terlibat dalam berbagai bentuk pemerasan, China akan dengan tegas melakukan serangan balik," tegas Wang Yi. Ketegasan ini mengindikasikan bahwa Tiongkok siap menghadapi konsekuensi dari eskalasi perdagangan dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan ekonominya.