Lebaran di Balik Kemudi: Kisah Sopir Elf Meraih Berkah di Tengah Hiruk Pikuk Mudik

Lebaran di Balik Kemudi: Kisah Sopir Elf Meraih Berkah di Tengah Hiruk Pikuk Mudik

Surabaya – Gemerlap lampu kota dan riuhnya lalu lintas Surabaya menjadi saksi bisu perjuangan Muhammad Alif Habibie, seorang sopir elf, dalam mencari rezeki di momen Lebaran Idul Fitri. Di saat banyak orang menikmati kehangatan keluarga, Habibie justru memilih untuk beradu dengan waktu, mengantarkan penumpang ke berbagai tujuan, demi menghidupi keluarganya.

Lebaran tahun ini menjadi momen krusial bagi Habibie. Setelah melewati bulan Ramadhan yang sepi orderan, ia harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan, ia sempat beralih profesi menjadi penjual singkong keju demi menyambung hidup. “Bulan lalu benar-benar tidak ada pemasukan sama sekali. Jadi, Lebaran ini adalah kesempatan untuk menutupi kebutuhan bulan sebelumnya,” ujarnya.

Sejak hari kedua Lebaran, Habibie telah aktif melayani jasa penyewaan elf plus sopir. Permintaan meningkat tajam karena banyak keluarga yang membutuhkan kendaraan untuk bersilaturahmi. Habibie menjelaskan bahwa sewa mobil biasa sudah penuh dipesan, sehingga banyak yang beralih ke elf karena lebih efisien dan murah untuk rombongan besar. Kenaikan tarif sewa elf pun tidak terlalu signifikan, hanya sekitar 20-30 persen, untuk menutupi biaya operasional yang meningkat seperti BBM dan upah sopir.

Melayani Berbagai Kebutuhan Lebaran

Habibie tidak hanya mengantar keluarga yang ingin bersilaturahmi, tetapi juga melayani berbagai keperluan lainnya. Mulai dari mengantar pemudik ke Trenggalek, rombongan lamaran ke Wonogiri, hingga wisata keluarga. Jadwalnya sangat padat, hampir tidak ada hari tanpa perjalanan panjang. "Lebaran kedua saya mengantar orang mudik ke Trenggalek. Hari ketiga, mengantar rombongan lamaran ke Wonogiri. Setelah itu, sudah penuh untuk wisata keluarga. Jadi, hampir tidak ada hari tanpa perjalanan panjang," ungkapnya.

Manajemen Waktu dan Tantangan di Jalan

Dengan jadwal yang padat, Habibie harus pintar-pintar mengatur waktu. Ia selalu memberikan briefing kepada penanggung jawab penyewa sebelum keberangkatan. "Kalau sewa elf itu sistemnya harian, bukan per tanggal. Jadi harus selesai sebelum tengah malam. Kalau ada kendala di jalan, waktu acara bisa kita persingkat untuk menghindari keterlambatan," jelasnya.

Namun, padatnya jadwal juga membawa konsekuensi tersendiri. Habibie harus menjaga kondisi fisik agar tetap fit dan tidak mudah lelah di jalan. Ia berusaha menyempatkan diri untuk istirahat, meskipun hanya sebentar, dan mengonsumsi vitamin untuk menjaga stamina.

Pengorbanan dan Keikhlasan

Tahun ini menjadi tahun pertama bagi Habibie untuk tidak bekerja selama bulan Ramadhan. Ia mengakui bahwa biasanya ia mendapatkan tender dari travel besar sebelum dan sesudah Lebaran. Namun, tahun ini situasinya berbeda. Oleh karena itu, ia harus memanfaatkan momen Lebaran sebaik mungkin.

Di balik kesibukannya, Habibie merasakan sisi emosional dari pekerjaannya. Ia mengaku sedih karena tidak bisa berkumpul dengan keluarga di hari Lebaran. “Hari pertama saya masih sempat kumpul keluarga. Tapi setelah itu, ya, tidak bisa ikut unjung-unjung. Yang paling sedih itu istri, karena dia harus merayakan Lebaran tanpa saya.”

Namun, Habibie dan istrinya saling memahami dan merelakan. Bagi mereka, yang terpenting adalah hasil yang halal dan keselamatan selama bekerja. “Tapi bagaimana lagi? Ini sudah jadi bagian dari pekerjaan. Kami berdua saling mengerti dan merelakan. Yang penting hasilnya halal dan selamat,” pungkasnya dengan penuh keikhlasan.

Habibie menyadari bahwa di balik setir kendaraan yang dikemudikannya, ada harapan dari banyak orang yang ingin bersilaturahmi dengan keluarganya. Ia pun berusaha menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin, dengan semangat dan dedikasi.

Kisah Habibie adalah potret perjuangan seorang kepala keluarga yang rela berkorban demi menghidupi keluarganya. Di tengah hiruk pikuk Lebaran, ia tetap tegar dan bersemangat dalam mencari rezeki yang halal.