RUU Polri: Kepastian Pembahasan di DPR Masih Menggantung

Nasib RUU Polri: Kepastian Pembahasan di DPR Masih Menggantung

Jakarta, [Tanggal Hari Ini] – Masa depan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (RUU Polri) masih belum menemui titik terang. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, memberikan pernyataan yang tidak memberikan kepastian mengenai kelanjutan pembahasan RUU tersebut.

Dasco menyatakan bahwa keputusan mengenai undang-undang mana saja yang akan dibahas akan ditentukan pada masa sidang berikutnya. Namun, ia enggan memberikan rincian lebih lanjut mengenai apakah RUU Polri akan menjadi prioritas atau tidak. Pernyataan ini disampaikan di sela-sela kegiatan di kediaman Ketua MPR Ahmad Muzani.

"Kita akan memasuki masa sidang, nanti kita akan putuskan beberapa hal mengenai beberapa UU yang pada saat ini dibahas," ujar Dasco, Rabu (2/4/2025).

DPR saat ini tengah dalam masa reses yang berlangsung dari tanggal 26 Maret hingga 16 April 2025. Dasco menjelaskan bahwa pimpinan DPR akan berkoordinasi dengan delapan ketua fraksi untuk menentukan agenda legislasi yang akan diprioritaskan.

Sebelum masa reses, telah disepakati adanya formulasi baru terkait pembahasan undang-undang di DPR. Namun, detail mengenai formulasi ini, termasuk dampaknya terhadap RUU Polri, masih belum diungkapkan secara gamblang oleh Dasco.

"Kita sudah sepakat kemarin sebelum reses ada beberapa kebijakan atau formulasi baru tentang pembahasan UU di DPR. Apakah itu nanti, tunggu saja," imbuhnya.

Penolakan Publik dan Kontroversi RUU Polri

RUU Polri sendiri telah ditetapkan sebagai RUU usul inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada tanggal 28 Mei 2024. Pada rapat tersebut, satu poin revisi yang disoroti adalah mengenai batas usia pensiun anggota Polri yang dapat diperpanjang hingga dua tahun.

Namun, RUU ini menuai kontroversi dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Kritik utama tertuju pada potensi penambahan kewenangan Polri yang dianggap berlebihan, termasuk kewenangan untuk menindak, memblokir, memutus, dan memperlambat akses ruang siber atas dasar keamanan dalam negeri. Selain itu, muncul kekhawatiran mengenai potensi kewenangan penyadapan yang diberikan kepada Polri.

Komisi III DPR, yang membidangi masalah hukum, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada pembahasan mengenai RUU Polri. Fokus utama komisi saat ini adalah menyelesaikan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Saya sampai hari ini di Komisi III belum ada (bahas RUU Polri). Kita masih fokus di KUHAP," tegas anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan, pada Senin (24/3/2025).

Ketua DPR Puan Maharani juga telah memberikan klarifikasi terkait draf RUU Polri yang beredar di publik. Ia menegaskan bahwa draf tersebut bukanlah dokumen resmi dari DPR.

"Jadi kalau sudah ada DIM yang beredar, itu bukan DIM resmi. Itu kami tegaskan," ujar Puan, Selasa (25/3/2025).

Dengan demikian, nasib RUU Polri masih belum jelas. Keputusan mengenai kelanjutan pembahasannya akan ditentukan pada masa sidang berikutnya oleh pimpinan DPR bersama dengan para ketua fraksi. Sementara itu, kontroversi dan penolakan dari publik terhadap RUU ini masih menjadi perhatian utama.

Poin-poin kontroversi RUU Polri yang perlu dicermati:

  • Kewenangan Siber yang Berlebihan: Potensi penyalahgunaan kewenangan untuk membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi di dunia maya.
  • Kewenangan Penyadapan: Kekhawatiran akan pelanggaran privasi dan potensi penyalahgunaan informasi.
  • Kurangnya Transparansi: Proses penyusunan RUU yang dinilai kurang transparan dan minim partisipasi publik.

Masyarakat sipil dan berbagai organisasi terus mendesak DPR untuk membuka ruang dialog yang lebih luas dan transparan dalam membahas RUU Polri. Mereka juga meminta agar draf RUU yang beredar di publik segera diklarifikasi dan disempurnakan agar tidak menimbulkan keraguan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat.