Kebijakan Tarif Impor AS Ancam Stabilitas Ekonomi Nasional: Dampak pada IHSG dan Rupiah Jadi Sorotan
Kebijakan Tarif Impor AS Ancam Stabilitas Ekonomi Nasional: Dampak pada IHSG dan Rupiah Jadi Sorotan
Jakarta - Kenaikan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat di bawah kepemimpinan mantan Presiden Donald Trump memicu kekhawatiran di kalangan pengambil kebijakan Indonesia. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai potensi dampak negatif kebijakan tersebut terhadap stabilitas ekonomi nasional, khususnya terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Kebijakan tarif baru ini didasarkan pada argumen bahwa AS mengalami defisit perdagangan yang signifikan dengan banyak negara, termasuk Indonesia. Menurut Dave Laksono, surplus perdagangan Indonesia dengan AS menjadi salah satu pemicu utama kebijakan tersebut.
"Pemerintah AS melihat adanya trade surplus dari penjualan barang negara-negara lain, termasuk Indonesia, ke AS. Ini menjadi dasar pertimbangan mereka menerapkan tarif yang tinggi," ujar Dave Laksono.
Menanggapi situasi ini, Dave Laksono menekankan perlunya Indonesia untuk segera beradaptasi. Ia menyarankan pemerintah untuk fokus pada perbaikan rantai pasok (supply chain), efisiensi bea cukai ekspor-impor, penurunan biaya logistik, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), dan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang lebih baik. Tujuannya adalah untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif di pasar global.
"Kita harus bisa menyesuaikan diri dengan memperbaiki chain supply, bea cukai ekspor import, logistical cost, dan juga SDM serta pengelolaan SDA kita agar bisa tetap memberikan product yang terbaik dengan harga yang terjangkau bagi semua pasar di dunia," tegasnya.
Lebih lanjut, Dave Laksono memperingatkan bahwa jika Indonesia gagal merespons dengan tepat terhadap perang dagang ini, dampak negatifnya akan sangat terasa pada perekonomian nasional. Ia menyebutkan bahwa tarif baru AS berpotensi memicu spekulasi yang dapat menekan IHSG dan melemahkan nilai tukar rupiah.
"Tentu ini akan memicu macam-macam spekulasi yang juga berdampak kepada IHSG, nilai tukar rupiah dan perkembangan makro Indonesia," jelasnya.
Oleh karena itu, Dave Laksono mendesak pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah kebijakan yang strategis dan efektif untuk meningkatkan kepercayaan pasar terhadap Indonesia. Ia juga menyarankan pemanfaatan semua jalur diplomasi yang tersedia untuk melakukan renegosiasi tarif dengan AS.
"Maka itu wajib bagi Pemerintah Indonesia melakukan kebijakan-kebijakan yang drastis agar tetap menaikan kepercayaan pasar kepada Indonesia. Dan juga kita menggunakan semua avenue yang ada secara diplomatis agar dapat merenegosiasi kembali tarif tersebut," lanjutnya.
Dave Laksono juga menyoroti bahwa kebijakan tarif ini tidak hanya merugikan negara-negara mitra dagang AS, tetapi juga berpotensi merugikan konsumen di AS sendiri. Dengan kenaikan tarif, harga barang impor akan meningkat, yang pada akhirnya akan membebani konsumen.
Sebelumnya, Donald Trump mengumumkan pemberlakuan tarif baru sebesar 10% terhadap hampir semua barang impor yang masuk ke AS. Selain itu, ia juga menerapkan 'Tarif Timbal Balik' terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Dalam pengumumannya, Trump mengklaim langkah-langkah ini sebagai "deklarasi kemerdekaan ekonomi" AS.
Trump menyatakan bahwa pendapatan yang diperoleh dari tarif akan digunakan untuk mengurangi pajak dan membayar utang nasional AS. Ia juga memaparkan bagan yang menunjukkan tarif yang dikenakan oleh berbagai negara terhadap barang-barang dari AS, serta tarif balasan yang akan dikenakan oleh AS terhadap negara-negara tersebut. Dalam bagan tersebut, Indonesia tercantum dengan tarif 64% untuk barang-barang dari AS, sementara AS akan mengenakan tarif 32% terhadap barang-barang Indonesia yang dijual di AS.
Dampak yang Mungkin Terjadi:
- Pelemahan IHSG
- Depresiasi Rupiah
- Kenaikan Harga Barang Impor
- Gangguan Rantai Pasok
- Penurunan Daya Saing Ekspor Indonesia
Langkah Antisipasi yang Disarankan:
- Perbaikan Rantai Pasok
- Efisiensi Bea Cukai
- Penurunan Biaya Logistik
- Peningkatan Kualitas SDM
- Pengelolaan SDA yang Lebih Baik
- Diplomasi Intensif dengan AS