Ancaman Krisis Energi: Indonesia Pertimbangkan Impor Gas Bumi untuk Jaga Ketahanan Nasional
Ancaman Krisis Energi: Indonesia Pertimbangkan Impor Gas Bumi untuk Jaga Ketahanan Nasional
Penurunan pasokan gas bumi domestik akibat penurunan produksi alami (natural decline) di sumur-sumur tua telah memicu kekhawatiran akan ketahanan energi nasional. Hal ini mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan opsi impor gas bumi sebagai solusi jangka pendek guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat. Situasi ini dibahas secara mendalam dalam diskusi virtual yang digelar Energy Institute for Transition (EITS) akhir pekan lalu, menghadirkan berbagai perspektif dari para ahli dan pemangku kepentingan.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Abadi Poernomo, menjelaskan bahwa meskipun Indeks Ketahanan Energi Nasional berada di angka 6,4, yang menunjukkan kondisi cukup aman, tetapi penurunan pasokan gas bumi tetap menjadi ancaman serius. Beliau menekankan pentingnya menjaga ketersediaan (availability), aksesibilitas (accessibility), keterjangkauan (affordability), dan penerimaan (acceptability) pasokan energi. Impor, menurutnya, menjadi langkah strategis untuk mempertahankan ketahanan energi dalam jangka pendek, sambil menunggu produksi dari proyek-proyek gas besar seperti Masela dan Andaman yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan hingga 78-100,3 MTOE (Mega Ton setara Minyak) setelah beroperasi.
Hudi D Suryodipuro, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, memberikan optimisme dengan menjelaskan penemuan cadangan gas baru yang signifikan pada tahun 2023 dan 2024. Penemuan ini, sebutnya, antara lain oleh ENI di Geng North-1 (Kalimantan Timur) dan Mubadala Energy di wilayah Andaman, telah menarik minat investor asing untuk kembali mengeksplorasi potensi gas bumi di Indonesia. Namun, ia juga mengingatkan akan dibutuhkan waktu dan investasi yang besar untuk membangun infrastruktur pendukung guna mengoptimalkan sumber daya gas baru tersebut dan memenuhi target swasembada energi.
Direktur Infrastruktur Migas Kementerian ESDM, Laode Sulaiman, mengungkapkan bahwa berdasarkan Outlook The International Energy Agency (IEA), penggunaan gas bumi diperkirakan masih stabil hingga tahun 2050, menunjukkan tren global yang serupa. Hal ini menegaskan pentingnya peran gas bumi dalam menjaga ketahanan energi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain. Pemanfaatan gas bumi di Indonesia sendiri sangat krusial, mengingat perannya yang vital dalam berbagai sektor strategis, mulai dari pembangkit listrik, industri, hingga rumah tangga.
Strategi optimalisasi pasokan gas bumi di dalam negeri meliputi pengembangan infrastruktur yang komprehensif. Di Pulau Jawa dan Sumatera, fokusnya adalah pada perluasan jaringan transmisi dan distribusi pipa gas, termasuk proyek-proyek strategis seperti Cisem (Cirebon-Semarang) dan Dusem (Dumai-Sei Mangke). Sementara di wilayah Indonesia Tengah dan Timur, strategi yang lebih fleksibel diterapkan dengan memanfaatkan virtual pipeline berupa moda LNG, mini LNG, dan pembangunan Terminal Regasifikasi untuk mengatasi tantangan geografis kepulauan Indonesia. Perencanaan yang cermat dan strategi ekonomi yang terukur di setiap tahapan rantai pasokan menjadi kunci keberhasilan upaya ini.
Pemerintah menyadari bahwa tantangan dalam memastikan ketahanan energi nasional membutuhkan strategi yang terintegrasi dan berkelanjutan, yang mencakup langkah-langkah jangka pendek seperti impor dan juga langkah jangka panjang seperti pengembangan sumber daya domestik dan optimalisasi infrastruktur. Komitmen untuk menjaga ketahanan energi nasional menjadi prioritas utama, mengingat peran krusial energi dalam menopang pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.