Gelombang Penolakan Global Mengalir Deras Menanggapi Kebijakan Tarif 'Timbal Balik' Trump

Gelombang Penolakan Global Mengalir Deras Menanggapi Kebijakan Tarif 'Timbal Balik' Trump

Pengumuman Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengenai penerapan tarif baru yang luas terhadap barang impor ke AS telah memicu reaksi keras dari berbagai negara di seluruh dunia. Kebijakan yang disebut sebagai "tarif timbal balik" oleh Trump ini, diklaim bertujuan untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang dianggap tidak adil bagi AS. Namun, langkah ini justru menuai kecaman dan kekhawatiran akan potensi perang dagang global.

Trump berdalih bahwa barang-barang AS selama ini dikenakan tarif yang tidak adil di berbagai negara. Oleh karena itu, sudah saatnya AS menerapkan tarif yang setara. Ia bahkan mengklaim bahwa pendapatan dari tarif baru ini akan digunakan untuk mengurangi pajak warga AS dan melunasi utang negara. Trump juga memamerkan bagan berjudul 'Tarif Timbal Balik' yang memuat daftar negara, besaran tarif yang dikenakan negara tersebut terhadap barang AS, dan tarif balasan yang akan diterapkan AS. "Mereka mengenakan biaya kepada kami, kami mengenakan biaya kepada mereka. Bagaimana mungkin ada orang yang marah?" ujarnya.

Reaksi Internasional yang Beragam

Reaksi terhadap kebijakan tarif Trump ini sangat beragam, mulai dari penentangan keras hingga upaya mencari solusi melalui negosiasi. Berikut adalah rangkuman reaksi dari beberapa negara dan organisasi internasional:

  • China: Beijing mengecam keras tarif baru yang dikenakan pada ekspornya dan berjanji untuk mengambil tindakan balasan guna melindungi kepentingan ekonominya. China menganggap tarif tersebut melanggar aturan perdagangan internasional dan mendesak Washington untuk segera membatalkannya.
  • Uni Eropa: Pemimpin Uni Eropa, Ursula von der Leyen, menyebut tarif Trump sebagai "pukulan telak bagi ekonomi dunia." Ia menyatakan bahwa Uni Eropa siap untuk mengambil tindakan balasan lebih lanjut dan menekankan pentingnya menyelesaikan masalah melalui negosiasi.
  • Jerman: Asosiasi Industri Otomotif Jerman memperingatkan bahwa tarif tersebut hanya akan menciptakan pihak yang kalah dan mendesak Uni Eropa untuk bertindak tegas sambil tetap membuka diri untuk bernegosiasi. Industri kimia Jerman juga menyerukan agar Uni Eropa tetap tenang dan menekankan bahwa eskalasi hanya akan memperburuk situasi.
  • Jepang: Menteri Perdagangan Jepang, Yoji Muto, menyatakan bahwa tarif 24 persen pada ekspor Jepang ke AS sangat disesalkan dan mendesak AS untuk membatalkannya. Pemerintah Jepang juga khawatir bahwa tarif tersebut dapat melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan perjanjian perdagangan bilateral.
  • India: Kepala eksekutif Federasi Organisasi Ekspor India, Ajay Sahai, mengatakan bahwa tarif 26 persen akan merugikan permintaan untuk ekspor India. Meskipun demikian, ia melihat peluang bagi India untuk meningkatkan pangsa pasar karena negara-negara pesaing seperti China dan Vietnam terkena dampak yang lebih besar.
  • Inggris: Inggris tetap tenang dan berkomitmen untuk mencapai kesepakatan perdagangan dengan AS yang dapat mengurangi tarif 10 persen yang dikenakan pada ekspor Inggris. Menteri Bisnis Inggris, Jonathan Reynolds, menyatakan bahwa pemerintah memiliki berbagai opsi yang dapat digunakan dan tidak akan ragu untuk bertindak.
  • Prancis: Presiden Prancis, Emmanuel Macron, berencana untuk bertemu dengan perwakilan sektor-sektor Prancis yang terkena dampak kebijakan tarif Trump.
  • Italia: Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, mengkritik tarif baru AS dan mendesak adanya kesepakatan. Ia memperingatkan bahwa perang dagang hanya akan melemahkan Barat.
  • Kanada: Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, memperingatkan bahwa tarif tersebut akan mengubah sistem perdagangan global secara fundamental dan berjanji untuk melawan tarif tersebut dengan tindakan balasan.
  • Brasil: Kongres Brasil menyetujui Undang-Undang Timbal Balik Ekonomi yang memungkinkan pemerintah untuk menanggapi tarif 10 persen atas ekspor dari Brasil.
  • Korea Selatan: Presiden sementara Korsel, Han Duck-soo, mengatakan bahwa perang tarif global kini telah menjadi kenyataan dan membentuk gugus tugas darurat untuk mengatasi krisis perdagangan.
  • Australia: Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menyebut tarif 10 persen sebagai tindakan yang tidak bersahabat dan akan merusak hubungan sekutu.
  • Swiss: Pemerintah Swiss akan memutuskan langkah selanjutnya setelah Swiss dikenai tarif 31 persen.
  • Taiwan: Pemerintah Taiwan menganggap pungutan sebesar 32 persen sangat tidak masuk akal dan akan memulai negosiasi serius dengan Amerika Serikat.

Kebijakan tarif 'timbal balik' Trump ini telah menciptakan ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan pelaku ekonomi global. Dampak jangka panjang dari kebijakan ini masih belum jelas, namun banyak pihak khawatir bahwa hal ini dapat memicu perang dagang yang lebih luas dan merugikan pertumbuhan ekonomi global.