Tarif Impor AS Mengancam Industri Indonesia: Otomotif dan Elektronik Paling Rentan
Dampak Kebijakan Tarif Trump: Industri Indonesia dalam Bayang-Bayang
Kebijakan tarif impor yang baru-baru ini diumumkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan ekonom dan pelaku industri di Indonesia. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi mengancam sektor-sektor strategis seperti otomotif, elektronik, dan industri padat karya yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menyoroti bahwa penerapan tarif resiprokal hingga 32% akan memberikan dampak signifikan terhadap kinerja ekspor Indonesia. Meskipun pangsa ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 10,5% dari total ekspor non-migas, efek domino dari kebijakan ini dapat meluas ke negara-negara mitra dagang lainnya.
Sektor Otomotif di Ujung Tanduk
Sektor otomotif menjadi salah satu yang paling rentan terhadap kebijakan tarif ini. Pada tahun 2023, nilai ekspor produk otomotif Indonesia ke AS mencapai US$280,4 juta, atau sekitar Rp 4,64 triliun, dengan pertumbuhan rata-rata 11% dalam lima tahun terakhir (2019-2023). Namun, kenaikan tarif yang signifikan dapat membalikkan tren positif ini dan menyebabkan penurunan ekspor.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab kekhawatiran ini:
- Kenaikan Harga: Konsumen AS akan menghadapi harga kendaraan yang lebih tinggi, yang berpotensi mengurangi permintaan dan penjualan produk otomotif Indonesia.
- Ancaman Resesi: Potensi resesi ekonomi di AS akibat melemahnya permintaan dapat berdampak negatif pada perekonomian Indonesia. Setiap penurunan 1% dalam pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,08%.
- Keterbatasan Diversifikasi Pasar: Produsen otomotif Indonesia kesulitan untuk mengalihkan fokus ke pasar domestik karena perbedaan spesifikasi kendaraan yang diekspor dan yang dipasarkan di dalam negeri. Hal ini dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penurunan kapasitas produksi.
Industri Elektronik dan Padat Karya Terancam
Selain otomotif, industri elektronik juga berpotensi terkena dampak negatif. Keterkaitan erat antara produsen elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor menjadikan sektor ini rentan terhadap kebijakan tarif. Komponen elektronik merupakan salah satu produk ekspor utama Indonesia ke AS.
Sektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki juga diperkirakan akan mengalami tekanan yang lebih besar. Pada tahun 2024, ekspor pakaian jadi ke AS mencapai 61,4%, sedangkan alas kaki mencapai 33,8%. Kenaikan tarif impor dapat menyebabkan perusahaan-perusahaan internasional mengurangi pesanan ke pabrik-pabrik di Indonesia.
Banjir Produk Impor dan Permasalahan Regulasi
Pasar domestik Indonesia juga berpotensi dibanjiri produk-produk dari negara-negara seperti Vietnam, Kamboja, dan China yang mencari alternatif ekspor akibat kebijakan tarif AS. Situasi ini diperparah oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang dinilai menyulitkan ekspor dan mempermudah impor masuk ke Indonesia.
Bhima Yudhistira menekankan perlunya revisi segera terhadap regulasi tersebut untuk melindungi industri dalam negeri dari tekanan yang semakin besar.
Klaim Trump dan Data yang Berbeda
Trump mengumumkan kebijakan tarif global baru pada tanggal 3 April 2025, yang mulai berlaku pada tanggal 5 April 2025. Tarif minimum sebesar 10% akan dikenakan pada seluruh impor ke AS, sementara negara-negara tertentu, termasuk Indonesia, akan dikenakan tarif tambahan hingga 32%. Trump mengklaim bahwa Indonesia secara efektif mengenakan tarif 64% terhadap produk AS, terutama etanol. Namun, data Bank Dunia menunjukkan bahwa tarif rata-rata Indonesia terhadap impor AS hanya 4,2%. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh hambatan non-tarif atau faktor nilai tukar.