Perampasan Aset: Solusi Efektif Pemberantasan Korupsi yang Tak Boleh Ditunda
Perampasan Aset: Obat Ampuh Atasi Korupsi yang Merajalela
Maraknya kasus korupsi dengan kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah, seperti dugaan korupsi tata kelola minyak mentah senilai Rp 193,7 triliun yang tengah diusut Kejaksaan Agung, menunjukkan urgensi upaya pemberantasan korupsi yang lebih efektif. Pakar Hukum, Hardjuno Wiwoho, menekankan perlunya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sebagai solusi yang tak bisa ditunda lagi. Beliau berpendapat bahwa hukuman penjara saja tidak cukup memberikan efek jera kepada para koruptor. Banyak kasus menunjukkan koruptor tetap hidup nyaman pasca menjalani hukuman, karena aset-aset mereka masih utuh.
RUU Perampasan Aset, menurut Hardjuno, menawarkan pendekatan yang lebih komprehensif. Ia mengajak untuk memperhatikan tiga pilar utama pemberantasan korupsi: pencegahan, penindakan, dan pemulihan aset. Selama ini, kelemahan terletak pada pemulihan aset, dimana mekanisme hukum yang rumit dan berbelit membuat prosesnya memakan waktu bertahun-tahun. Hal ini memberikan kesempatan bagi koruptor untuk menghilangkan atau menyembunyikan aset hasil kejahatan mereka. Proses pemulihan aset yang konvensional, yang mengandalkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht), dinilai tidak efektif dan lamban.
Terobosan RUU Perampasan Aset: Mekanisme Non-Conviction Based
RUU Perampasan Aset menawarkan terobosan signifikan melalui mekanisme non-conviction based asset forfeiture. Mekanisme ini memungkinkan penyitaan aset tanpa menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Model ini telah sukses diimplementasikan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (Civil Asset Forfeiture) dan Inggris (Proceeds of Crime Act). Dengan RUU ini, negara berwenang menyita aset koruptor sejak tahap penyidikan, asalkan terdapat bukti yang cukup bahwa kekayaan tersebut berasal dari tindak pidana. Konsep illicit enrichment, yang memungkinkan pemeriksaan dan penyitaan aset pejabat publik dengan peningkatan kekayaan yang tidak wajar dan tidak dapat dijelaskan secara sah, juga menjadi bagian penting dari RUU ini.
Hambatan Politik dan Urgensi Pengesahan RUU
Meskipun telah diwacanakan sejak tahun 2003 oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), pembahasan RUU Perampasan Aset hingga kini masih mandek. Hardjuno menyoroti adanya indikasi kuat campur tangan kepentingan elite politik yang menghambat pengesahan RUU ini. Beliau menyinggung banyak kasus korupsi yang berkaitan dengan sumber daya alam, seperti kasus PT Timah dan skandal pertambangan lainnya. Korupsi di sektor ini sangat merugikan negara, dimana kekayaan alam yang seharusnya untuk rakyat justru dinikmati segelintir orang. Pengesahan RUU Perampasan Aset dinilai sebagai langkah strategis untuk mengembalikan aset negara yang telah dijarah.
Hardjuno mengajak masyarakat untuk aktif mengawal proses pengesahan RUU ini. Tekanan publik diperlukan untuk mencegah pengulur-uluran waktu yang dapat merugikan upaya pemberantasan korupsi. Keengganan pengesahan RUU ini dikhawatirkan akan semakin menguatkan akar korupsi di Indonesia.
Kasus Korupsi PT Pertamina: Sebuah Contoh Kasus
Sebagai contoh nyata, Kejaksaan Agung tengah menangani kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, melibatkan sembilan tersangka, termasuk petinggi sub holding PT Pertamina dan pihak swasta. Para tersangka antara lain:
- RS, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- SDS, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
- YF, Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping
- AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International
- MKAR, Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa
- DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT. Jenggala Maritim
- GRJ, Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak
- MK, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga
- EC, VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga
Kasus ini semakin memperkuat urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset untuk memperkuat upaya penegakan hukum dan mengembalikan kerugian negara.