Libur Lebaran 2025: Okupansi Hotel di Jawa Barat Capai Puncak, Tren Penurunan Pasca-Lebaran Mengintai

Kabar menggembirakan datang dari industri perhotelan Jawa Barat, di mana tingkat hunian kamar hotel mencapai puncaknya selama libur Lebaran 2025. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat mencatat angka okupansi rata-rata sebesar 80 persen dari tanggal 31 Maret hingga 3 April 2025. Lonjakan ini menjadi angin segar bagi para pelaku bisnis perhotelan setelah mengalami masa sulit selama bulan puasa.

"Mulai 31 Maret 2025 sampai sekarang, 3 April 2025, rata-rata okupansi hotel di Jabar 80 persen," ungkap Ketua PHRI Jawa Barat, Dodi Ahmad Sofiandi, memberikan konfirmasi atas tren positif ini.

Namun, di balik euforia peningkatan okupansi selama libur Lebaran, tersimpan kekhawatiran akan penurunan yang signifikan setelah periode libur berakhir. Dodi memprediksi bahwa tingkat hunian hotel akan kembali merosot ke angka seperti di bulan puasa, yaitu sekitar 20-30 persen, setelah tanggal 6 April 2025.

"Tanggal 6 April 2025 kan batas liburan semua orang. Masuk tanggal 8 April, nah itu saya tidak tahu, pasti bakal balik lagi ke asal, seperti bulan puasa, okupansinya 20-30 persen," jelas Dodi.

Perbandingan Okupansi:

  • Sebelum Libur Lebaran (28-30 Maret 2025): 43 persen
  • Selama Bulan Puasa (1-27 Maret 2025): 20 persen
  • Libur Lebaran (31 Maret - 3 April 2025): 80 persen

Kondisi serupa juga terjadi di destinasi wisata populer seperti Pangandaran. Selama bulan puasa, tingkat okupansi hotel di Pangandaran hanya mencapai 20 persen, kemudian meningkat menjadi 40 persen menjelang libur Lebaran, dan diperkirakan mencapai 80-90 persen selama periode libur Lebaran.

Walaupun secara umum tingkat okupansi hotel di Jawa Barat mencapai 80 persen, terdapat variasi angka keterisian kamar di masing-masing hotel. Beberapa hotel, terutama yang berbintang empat dan lima, mencatat okupansi hingga 95 persen, sementara yang lain hanya berkisar antara 58-70 persen.

Faktor Penurunan Okupansi:

Penurunan tingkat okupansi hotel di Jawa Barat bukan fenomena baru. Para pengelola hotel telah mengeluhkan tren ini sejak awal tahun 2025. Salah satu faktor utama yang menjadi penyebab adalah minimnya kegiatan pemerintah seperti rapat dan konferensi yang diadakan di hotel. Dodi Ahmad Sofiandi menjelaskan bahwa banyak general manager hotel yang mengeluhkan kurangnya pemesanan dari sektor pemerintahan.

"Karena sampai sekarang yang namanya kegiatan-kegiatan pemerintah, rapat di hotel dan lain-lain, belum ada yang pesan ke hotel. Jadi para general manager di hotel juga mengeluh," kata dia.

Selain itu, perbandingan dengan tahun sebelumnya juga menunjukkan penurunan yang signifikan. Pada bulan puasa tahun 2024, tingkat okupansi hotel di Jawa Barat masih mencapai 50 persen karena banyaknya kegiatan MICE (Meetings, Incentives, Conventions, Exhibitions) yang diselenggarakan di hotel. Namun, tahun ini, angka tersebut turun drastis menjadi hanya 20 persen.

"Tahun 2024 kan rapat masih diperbolehkan oleh pemerintah ya di hotel-hotel, walaupun bulan puasa Itu okupansi hotel sampai 50 persen karena banyak kegiatan MICE (Meetings, Incentives, Conventions, Exhibitions)," ujarnya.

Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi PHRI Jawa Barat dan para pelaku industri perhotelan. Upaya-upaya untuk menarik minat wisatawan dan meningkatkan kegiatan MICE perlu terus dilakukan agar tingkat okupansi hotel dapat kembali stabil dan meningkatkan pendapatan sektor pariwisata di Jawa Barat.