Misteri Pengalaman Mendekati Kematian: Penjelasan Ilmiah di Balik Sensasi 'Gaib'

Menguak Tabir Pengalaman Mendekati Kematian: Studi Ungkap Mekanisme Otak di Balik Sensasi 'Gaib'

Fenomena near-death experience (NDE) atau pengalaman mendekati kematian telah lama menjadi subjek penelitian yang menarik. Banyak individu yang mengalami NDE melaporkan sensasi unik, seperti melihat cahaya terang, melayang di atas tubuh, hingga merasa damai dan tenang. Laporan-laporan ini seringkali dikaitkan dengan pengalaman spiritual atau 'gaib'. Namun, studi ilmiah terbaru mencoba mengurai dasar biologis dan neurofisiologis di balik pengalaman-pengalaman tersebut.

Sebuah teori psikologi evolusioner neurofisiologis yang dikembangkan oleh para peneliti menawarkan penjelasan menarik tentang apa yang terjadi di otak saat seseorang mengalami NDE. Teori ini berhipotesis bahwa NDE adalah hasil dari serangkaian reaksi kompleks yang dipicu oleh kondisi kritis, seperti penurunan kadar oksigen di otak (hipoksia) dan peningkatan kadar karbondioksida (hiperkapnia), yang menyebabkan asidosis serebral atau peningkatan keasaman pada jaringan otak. Kondisi ini memicu respons pertahanan otak yang kompleks.

Rangkaian Reaksi Otak Saat NDE:

  • Peningkatan Rangsangan Saraf: Asidosis serebral memicu peningkatan rangsangan saraf di area-area otak vital, terutama temporoparietal junction (TPJ) dan lobus oksipital. TPJ berperan dalam memproses informasi sensorik dan spasial, sementara lobus oksipital bertanggung jawab atas penglihatan.
  • Pelepasan Neurotransmitter: Peningkatan rangsangan saraf memicu pelepasan neurotransmitter endogen secara besar-besaran, termasuk serotonin, endorfin, dan dopamin.
    • Serotonin: Peningkatan sinyal serotonin dapat memicu halusinasi visual yang sering dilaporkan selama NDE, seperti melihat cahaya terang atau pemandangan yang tidak biasa.
    • Endorfin: Lonjakan kadar endorfin menghasilkan perasaan damai, tenang, dan bebas dari rasa sakit yang mendalam.
    • Dopamin: Peningkatan dopamin dikaitkan dengan perasaan hiper-realitas dan intensitas emosional yang menyertai halusinasi tersebut.

Para peneliti berpendapat bahwa NDE mungkin merupakan bagian dari mekanisme pertahanan otak yang diaktifkan ketika individu menghadapi ancaman yang mengancam jiwa. Respons ini muncul ketika respons perilaku konvensional, seperti melawan atau melarikan diri, tidak lagi memungkinkan. Dalam situasi ekstrem, otak beralih ke mekanisme 'survival mode' yang memprioritaskan kelangsungan hidup.

Kisah Tessa Romero: Pengalaman Pribadi Mengubah Keyakinan

Tessa Romero, seorang wanita berusia 50 tahun asal Spanyol, mengalami sendiri pengalaman NDE yang mengubah pandangannya tentang hidup dan mati. Ia mengalami serangan jantung mendadak dan jantungnya berhenti berdetak selama 24 menit. Selama periode kritis ini, tim medis berjuang untuk menyelamatkan nyawanya.

"Saya mendengar mereka berbicara tentang infark miokard akut dan serangan jantung mendadak. Tetapi tidak ada konsensus. Kita tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi," ujar Tessa.

Selama masa kritis tersebut, Tessa melaporkan merasakan kedamaian yang luar biasa, bebas dari rasa sakit fisik dan emosional. Ia bahkan merasa seolah-olah melayang keluar dari tubuhnya.

"Aku bisa melihat orang datang dan pergi di klinik, dan aku bisa melihat kedua putri kecilku di ruang tunggu. Aku melihat tubuh orang terbaring di sana. Itu membingungkan karena aku tidak sadar bahwa aku telah mati," kenangnya.

Sebelum mengalami NDE, Tessa mengaku skeptis terhadap fenomena semacam ini. Namun, pengalamannya sendiri telah mengubah keyakinannya secara mendalam. Kisah Tessa menjadi contoh bagaimana pengalaman pribadi dapat menantang pandangan dunia dan membuka pikiran terhadap kemungkinan-kemungkinan yang sebelumnya tidak terpikirkan.

Studi ilmiah tentang NDE terus berlanjut, berusaha untuk mengungkap mekanisme otak dan psikologis yang mendasari fenomena kompleks ini. Dengan memahami lebih dalam tentang NDE, kita dapat memperoleh wawasan baru tentang kesadaran, kehidupan, dan kematian.