Pemerintah Daerah Dilarang Merekrut Tenaga Honorer Baru: Imbauan Mendagri untuk Efisiensi dan Kepatuhan Kebijakan Nasional

Pemerintah Pusat Ingatkan Pemda untuk Hentikan Rekrutmen Honorer Baru

Pemerintah pusat, melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kembali menegaskan larangan bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk merekrut tenaga honorer atau non-Aparatur Sipil Negara (ASN) baru. Imbauan ini merupakan bagian dari upaya penataan kepegawaian secara nasional dan implementasi kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyampaikan pesan ini secara tegas, menekankan pentingnya kepatuhan Pemda terhadap kebijakan nasional. "Kami ingatkan semuanya supaya ikut kebijakan pusat. Tidak boleh ada pengangkatan baru untuk honorer. Semuanya ikut skema pusat," ujarnya di Jakarta, menggarisbawahi bahwa seluruh Pemda harus mengikuti mekanisme dan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat terkait pengelolaan tenaga honorer.

Koordinasi Pemerintah Pusat dalam Penataan Tenaga Honorer

Kemendagri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) terus berkoordinasi secara intensif untuk memastikan sosialisasi yang efektif terkait kebijakan ini. Upaya koordinasi ini bertujuan untuk menyelaraskan pemahaman dan implementasi kebijakan di seluruh daerah.

"Kemendagri terus berkoordinasi dengan KemenPAN-RB untuk menyamakan timeline-nya. Tenggat waktunya. Supaya disosialisasi dengan baik," kata Bima Arya, menekankan pentingnya sosialisasi yang komprehensif kepada seluruh Pemda agar kebijakan ini dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik.

Dinamika Data Tenaga Honorer di Indonesia

Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada tahun 2022, tercatat sebanyak 2.355.092 tenaga non-ASN atau honorer. Namun, jumlah ini terus mengalami penurunan seiring dengan proses pengadaan ASN yang telah dilaksanakan pada tahun 2021, 2022, dan 2023. Pada tahun 2024, jumlah tenaga honorer tersisa sekitar 1,7 juta.

Data terbaru dari rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR bersama BKN menunjukkan bahwa per 28 Februari 2025, jumlah tenaga non-ASN atau honorer adalah 1.075.259 orang. Dinamika data ini menunjukkan adanya upaya pemerintah dalam mengurangi jumlah tenaga honorer dan meningkatkan proporsi ASN.

Sentilan Mendagri Terkait Rekrutmen Honorer yang Tidak Profesional

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian sebelumnya juga menyoroti permasalahan terkait rekrutmen tenaga honorer yang seringkali tidak profesional. Ia bahkan menyentil praktik titipan tenaga honorer oleh tim sukses kepala daerah yang memenangkan Pilkada. Praktik ini dinilai tidak efektif dan justru membebani anggaran daerah.

"Mereka begitu menang yang didukung, dijadikan tenaga honorer. Jam 8 datang, jam 10 sudah pulang, kan repot," ujar Tito, menggambarkan bagaimana praktik rekrutmen yang tidak profesional ini dapat mengganggu kinerja pemerintahan daerah.

Mendagri juga menyoroti bahwa jumlah tenaga honorer cenderung bertambah dari tahun ke tahun, dan banyak dari mereka yang kemudian menuntut pengangkatan menjadi ASN. Situasi ini menciptakan permasalahan yang kompleks dan berkelanjutan.

"Nanti kalau ganti kepala daerah, terpilih lagi, yang tim sukses yang lama honorer masih tetap ada, diberhentiin mereka marah, demo, yang tim sukses pejabat yang baru, kepala daerah baru, nambah lagi," kata Tito, menggambarkan siklus permasalahan yang terjadi akibat rekrutmen tenaga honorer yang tidak terkendali.

Implikasi dan Harapan

Larangan rekrutmen tenaga honorer baru ini diharapkan dapat mendorong Pemda untuk lebih efisien dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dan memprioritaskan pengisian formasi ASN sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat meminimalisir praktik titipan dan rekrutmen yang tidak profesional, serta menciptakan sistem kepegawaian yang lebih transparan dan akuntabel.

Pemerintah pusat terus berupaya mencari solusi terbaik untuk penataan tenaga honorer yang ada, dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti kebutuhan daerah, kemampuan anggaran, dan kesejahteraan tenaga honorer. Diharapkan, dengan adanya koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, permasalahan tenaga honorer dapat diselesaikan secara bertahap dan berkelanjutan.